Friday, July 22, 2016

Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih

Pengertia Fiqih dan Ushul Fiqih


Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh

Dalam pembicaraan mengenai hukum islam selalu ditemukan dan dikenal istilah-istilah seperti  Ushul fiqh, ushul al-fiqh, dan qawaid al-fiqh. Untuk meletakkan istialah-istilah tersebut pada tempatnya terlebih dahulu perlu kita mengetahui batasan dan ruang lingkup serta pembahasan dari setiap istilah berikut.
Menurut istilah fiqh berarti dasar-dasar bagi pemahaman islam yang mendalam. Sedangkan menurut bahasa adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf (akhil balig) berdasarkan dalil yang terperinci. Sedangkan ushul fiqh menurut istilah berarti sesuatu yang mencegah seseorang melakukan perbuatan yang terlarang. Sedangkan menurut bahasa berarti ilmu tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan metode-metode, cara-cara untuk menetapkan hukum atau menggali hukum dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan sunnah. Dari pembelajaran yang kita lakukan, ushul fiqh terbagi menjadi beberapa materi pembelajaran yaitu:

=>    Ta’rif ushul fiqih, objek, manfaat, sejarah, kitab/karya ulama

A.    Ta’rif Ushul Fiqih

Dari aspek pertama, Ushul Fiqih berasal dari dua kata, yaitu kata ushul bentuk jamak dari ashl dan kata fiqih, yang masing-masing memiliki pengertian yang luas. Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun bukan”.

B.    Objek Kajian Ushul Fiqih   

Dari definisi ushul fiqih, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqih secara garis besarnya ada tiga:

1.    Sumber hukum dengan semua seluk beluknya.
2.    Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hokum dari sumbernya.
3.    Persyaratan orang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahannya.

C.    Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqih

secara rinci Ushul Fiqih berfungsi sebagai berikut:

1.    Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunakan dalil. Dengan berpedoman pada Ushul Fiqih, hokum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui syara’.

2.    Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hokum) yang dapat disepakati untuk menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang di masyarakat.

3.    Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan. Dengan demikian, para peminat hokum islam (yang belum mampu berijtihad) dapat memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alas an-alasan yang tepat.

=> Hukum syara’: hokum taklifi, hokum wadh’

A.    Hukum Syara’

Hukum syara’ adalah pernyataan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatn orang mukallaf, ba berup tangan untuk bertindak atau pilihan dalam bertindak atau ketetapan dalam bertindak.
Dimensi hukum syara’:

1.    Hakim adalah orang yang menetapkan hukum
2.    Mahkum Bih adalah siapa yang menadi subjek hukum
3.    Mahkum fih adalah perbuatan yan terkena hukum.

Advertisment**
Tingkatkan Traffic Blog anda dengan Linkcollider.com!! Daftar Segeraa!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

B.    Hukum Takhlifi

Hukm yang mendorong seserang untu bertindak, bak mendorong untuk bertindak atau tidak melakukan.

C.    Hukum Ihtiari

Hukum yang diperbolehkan bagi seseorang dalam bertindak melangkah atau meninggalkan hukum ihtiari. Hukum ihtiari umlahnya lebih besar daripada hukum takhlifi.

D.    Hukum Wad’i

Hukum yang berkaitan kapan huum takhli itu dilakukan atau berlaku. Arahnya yaitu pada status perbuatan tertentu.

Sebagaian ulama mengatakan ada 5 yaitu:

1.    Sebab yatu sesuatu yang menimbulkan hukum takhlifi berlaku.
2.    Syarat yaitu dimaa status hukum takhlifi suatu perbuatan bergantung pada keberadaannya.
3.    Manik yaitu sesuatu yang menghaangi berlakunya hukum takhlifi.
4.    Azimah yatu hukum erbuatan (takhlifi) yang telah ditetapan secara pasti dan jeas oleh syara’
5.    Hudsoh yaitu hukum-hukum yang mengandung keringanannya didalam menalankan hukum-hukum takhlifi yang sudah pasti.

=>  Hukum syara’ : hakim, mahkum fih, mahkum ‘Alaih

a.    Pembuat Hukum syara’ (hakim)

Hukum syara’ adalah pernyataan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan orang mukallaf baik berupa tangan untuk bertindak atau pilihan dalam bertindak atau ketetapan dalam bertindak.

b.    Objek Hukum (Mahkum Bih/ Fiihi)
Para ulama ushul fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud denga mahkum bih adalah objek hukum, yaitu perbuata mukallaf yang berkaitan dengan titah syari’ (Allah dan RasulNya), yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat, sebab halangan, rukhsah, sah, serta batal.

c.    Subjek Hukum/Mahkum Alaihi
Yang dimaksud dengan “mahkum alaihi” ialah mukallaf (manusia) yang terjadi obyek tuntutan hokum syara’. Ketentuan–ketentuan hokum syara’ yang akan diberlakukan kepada mukallaf selalu disesuaikan dengan kemampuan dan kecakapan manusia. Jadi mukallaf adalah orang yang dibebani hokum syara’ apabila telah memenuhi syara’.


=>  Azima & rukshah : Ta’rif & macam-macamnya

A.    Azimah

Azimah secara etimologi maksudnyaadalah teka yang kuat, sedangkan secara Terminologi maksudnya ketentuan-ketetuan Aah yang sudah elas an asti berlaku secara umum. ketetapannya berlaku sejak lama.

B.    Ruksah

Ruksoh secara etimologi adalah Keinginan atau kemudahan, sedangkan secara terminologi adalah diperbolehkan melakukan suatu perbuatan yang berbeda dengan dalil yang sudah ada, karena ada udzur atau ada alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Menurut imam Al Ghazali, “azimah dan ruksoh termasuk hukum wad’i dilhat dari aturan dan dalil yang sudah ada.

Yang termasuk dalam kategori Azimah aa 4 yaitu:

1.    Hukum ibadah muamalah, fado’ Munayah dan semu perbuatan-perbuatan yang diyakini mengandung manfaat baik bagi drimya dan orang lain, baik mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.    Larangan melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kemaborotan (bahaya) bagi dirinya maupun bagi orang lain.
3.    Hukum baru yang membatalkan hukum lama yang tidak berlaku lagi.
4.    Hukum pengecualian.

Pembagian Rukshoh

1.    Rukhsos yan wajib dilakukan, contohnya ruksoh dalam menyeamtkan nyawa
2.    Rukhsoh sunah contohnya menamak dan mengkosor shalat
3.    Rukhsoh Mubah yaitu rukhsoh yang aabila dilakukan dan tidak berdampak pada hukum
4.    Rukhsos Makruh yaitu Rukhsoh yang mestinya tidak boleh dilakukan, tapi harus dilakukan.

5.    Sumber dan dalil hokum yang di sepakati : Al-Qur’an & Sunnah

A.    Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologi, al-Quran adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a(  قرا  ), sewazan dengan kata fu’lan (  فعلان  ), artinya: bacaan;berbicara tentang apa yang tertulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata( قران  ) berarti ( مقروء  ), yaitu isim maf’ul (objek) dari ( ا قر). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18
ان علىنا جمعه وقرانه * فاذاقرفا تبع قرانه  (ااالقىا مه:١٧-١٨)
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu”.

B.    Kehujjahan Al-Qur’an

Ada beberapa alas an yang dikemukakan ulama ushul fiqih tentang kewajiban berhujjah dengan al-Quran, diantaranya adalah :

1.    Al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasulullah SAW. Diketahui secara mutawatir, dan ini member keyakinan bahwa al-Qur’an itu benar-benar dating dari Allah melalui malaikat jibril kepada Muhammad SAW. Yang dikenal sebagai orang yang paling dipercaya.

2.    Banyak ayat yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu datangnya dari Allah, diantaranya dalam surat ali imran ayat 3:

نزل علىك الكتب با لحق مصدقا لما بىن ىدىه وا نزلالتورىهوالانجىل
 (ال عمران:٣)

“Dia menurunkan al-kitab(al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan taurat dan injil.”(QS.Ali –Imran:3).

3.    Mukjizat al-Qur’an juga merupakan dalil yang pasti tentang kebenaran al-Qur’an dating dari AllahSWT.

C.    Al-Qur’an sebagai Dalil Kulli dan Juz’i

Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:

1.    Penjelasa rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya,
2.    Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global(kulli), umum, dan mutlak, Hal inilah yang diungkapkan Al-Qur’an dalam surat An-Nahl ayat 44:

 ....وانزلناالىك الذكرلتبىن للنا سس ما نزل الىهم (النحل:٤٤)

“Dan kami turunkan kepada engkau (Muhammad) Al-Quran agar dapat engkau jelaskan kepada mereka apa-apa yang diturunkan Allah pada mereka….”
( QS.An-Nahl:44)

D.    Ibarat Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum

Dalam menjelaskan hukum, al-Qur’an menggunakan beberapa cara dan ibarat, yaitu dalam bentuk tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan atau perintah, atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.
Larangan menunjukkan keharusan meninggalkan perbuatan yang dilarang, seperti larangan membunuh dalam firman Allah:

ولا تقتلوا النفس التى حرم االله الا با لحق

Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, (al-An’am [6]: 151).

E.    Karakteristik dan Bentuk –Bentuk Penjelasan Hukum Al-Qur’an

Sebagaimana ditegaskan al-qur’an itu sendiri, sebagai kitabwahyu, fungsi al-Qur’an, antara lain: Sebagai al-huda(petunjuk), Sebagai rahmat, Sebagai maw’izah (bimbingan dan pengajaran), Sebagai tibyan (penjelasan) dan tafshil(pemerinci),  Sebagai furqan(pembeda antara yang baik dan dan salah,Segabi nur (cahaya) yang menerangi kalbu manusia untuk melihat kebenaran dan menjadi benar dalam hidupnya.

F.    Hukum yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat di bagi menjadi tiga macam: Pertama, hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT mengenai apa-apa yang diyakini dan harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya. Kedua, hukum-hukum yang mengatur hubungan pergaulanmanusia . Ketiga, hukum-hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahiriahnya dalam hubungan dengan Allah SWT, dalam hubungan dengan sesame manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukanatau harus dijauhi. Hukum ini disebut hukum amaliyah, yang pembahasannya dikembangkan dalam “ilmu syari’ah”

G.    Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Fiqih 

Kekuatan hujjah al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-Qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam al-Qur’an. Perintah mematuhi Allah itu berarti perintah mengikuti apa-apa yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an. 

3.    Pengertian Sunnah

Ditinjau dari segi etimologi, makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan tersebut terpuji ataupun tercela.  Sedangkan secara terminilogi, makna kata sunnah ditinjau dari segi disiplin ilmu sebagai berikut:

A.    Perbedaan Al-Quran dan Sunnah

Ahlul sunnah berpendapat bahwa Al Quran dan Sunnah keduanya bersumber dari wahyu. Al-Quran wahyu dari segi bahsanya dan maknanya dan sunnah wahyu dari Rasullallah sendiri. Demikian yang diterangkan oleh syekh jallalauddin sayuti yang mengatakan bahwa sunnah termasuk wahyu dari segi makna bukan dari segi lafalnya.

Degan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun al-quran dan sunnah sama-sama wahyu yang disandarkan kepada Allah SWT. Akan tetapi redaksi kata-katanya menjadi tolak ukur penting. Al-quran lafal beserta makananya dirutunkan oleh Allah SWT. Sedangkah sunnah maknanya bersalal dari allah akan tetapi redaksi kata-atanya berasal dari Nabi SAW. Perbedaan ini di dukung dengan Nabi yang menjadi Al-Quran berjalan.

B.    Fungsi sunnah

Sunnah membentuk hokum baru yang yang tidak disebutkan di dalam Al-Quran seperti haram kawin dengan mengumpulkan wanita dan saudara ayah atau saudara ibunya , haram memakan binatang yang bertaring dan bercakar, haram bagi kaum lelaki memakai perhiasan emas dan kain sutra.

C.    Tingkatan Hadist

Hadist dapat dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad. Hadist mutawatir apabila terdiri dari orang banyak sehingga tidak mungkin mereka semua sepakat untuk berbohong. Hadist mutawatir memberikan pengertian yang pasti karena tidak tergambar kesemua perawinya bersepakat membuat kebohongan maka hadis yang demikian dijadikan sumber syariat islma tanpa meneliti lagi keadaan perawinya dan siapa yang menolaknya dihukumkan menjadi kafir. 

=>  Sumbar dan dalill hukum yang di sepakati : ijma’ dan Qiyas

A.    IJMA’

Ijma’ menuruut istilah ushul adalah sepakat para mujtahid Muslim memutuskan suatu masalah sesudah wafat Rasulullah terhadap hukum syar’i, pada suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan kepada semua Mujtahid di waktu terjadinya. Para Mujtahid itu sepakat memutuskan/menentukan hukumnya. Kesepakatan mereka itu dinamkan ijma’.

B.    Qiyas

    Qias dalam istilah ushul, yaitu menyusul peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya. Dalam hal hukum yang terdapat nash untuk menyamakan dua peristiwa pada sebab hukum ini.
    Apabila ada nash menunjukkan hukum pada suatu peristiwa, dan diketahui sebab hukum ini dengan salah satu jalan dari jalan-jalan kita lalui hal-hal yang menerangkan sebab-sebab hukum itu. Di sini dikemukakan contoh-contoh qias syar’i dan hukum negara.

C.    Hujjah

Menurut ulama-ulama kenamaan, bahwa qias itu merupakan hujjah syar’i terhadap hukum akal. Qias ini menduduki tingkat keempat, hujjah syar’i. Sebab apabila dalam suatu peristiwa tidak terdapat hukum yang berdasarkan nash, maka peristiwa ini diqiaskan kepada peristiwa yang bersamaan sebelum sanksi hukum itu dijatuhkan kepadanya. Disamakan dengan peristiwa-peristiwa yang diqiaskan itu. Begini yang diatur oleh syari’at. Mukallaf memperluas pendirian, mengikut dan mengamalkan qias ini. Dibangsakan kepada peristiwa yang berdasarkan nash. Qias ini diakui oleh hukum.

=>  Istihsan, istishhab, mashlahah –mursalah

A.    Istihsan

Secara harfiyah, istihsan diartikan meminta berbuat kebaikan, yaitu menghitung-hitung sesuatu dan menganggap kebaikannya. Secar etimologi, stihsan berarti menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu. Tiak ada perbedaan pendapat dialangan ulama Ushul fiqh dalam mempergunakan Lafadz istihsan.

B.    Istishab

Menurut etimologi, istsab merupakan mencari seseorang untuk menjadi teman. Sedangkan menrut terminologi adalah berpegang teguh teadap hukum islam, atau hukum asal sampai ddapati ilat atau keadaan baru yang merubahnya.

kelebihan stishab:

1.    Berpegang teguh erhadap dalil nali
2.    Setia terhadap niai-nilai hukum lama
3.    Memudahkan bagi seseorang dalam menjalankan ibdah
4.    Kelebihan lainnya berati-hati dalam masalah hukum
Kekurangannya:

1.    Terlalu cepat dalam merespor probelema
2.    Kurang menggunakan alat.

Syarat stishab:

a.    Memahami secara benar terhadap hukum asal sesuatu
b.    Hukm bersumber dari dalil yang diakui
c.    Mengetahui secara ijma’ terhadap munculnya nilai-nilai baru
.
C.    Maslahah Mursalah

Menurut etimologi maslahah artinya kebaikan, dan mursalah artinya yang tulus. Jadi maslahah mursalah yatu kebaikan umum. Sedangkan menurut terminolgis maslahah mursalah yaitu kebaikan umum yang tidak dijelaskan dalam al-Quran maupun hadist dan keberadaannya tidak dibatalkan oleh syariat.
Syarat maslahah mursalah yaitu:

1.    Kebaikan yang dimaksud tidak bertentangan dengan syariat
2.    Kemaslahatan langsung dirasakan
3.    Kemaslahatan yang dimaksud sama sekali tidak dijelaskan dalam al-Quran dan tidak ditentang oleh hukm yan berlaku.


=>  ‘Urf, Sadd al-Dzari’ah, Syar’u man qablana, mazhab shahabi

A.    AL-‘URF (ADAT-ISTIADAT)

1.    Pengertian ‘Urf

‘Urf  mnurut pengertian bahasa adalah kebiasaan yang berlaku dalam perkataan,perbuatan atau meninggalakan  perbuatan itu yang sudah  menjadi kebiasaan orang banyak dan  mereka berkata atau berbuat sesuai dengan kebiasaan.
Adat adalah berasal dari kebiasaan seluruh lapisan masyarakat baik orang awam maupun orang yang terpelajar,tetapi ijma’hanya merupakan kesepakatan para mujtahid dan tidak termasuk orang yang awam.
Ketentuan-ketentuan yang bersumber dari adat ini selalu berubah sesuai dengan perubahan ruang dan waktu namun ketentuan yang besumber dari adat sedang adat itu erat hubngannya dengan kemaslahatan manusia dan mentaksishkan yang umum atau merincikan yang mutlak.

B.    Syar’u ManQablana

Syar’u man qablana artinya ialah, syari’at orang-orang sebelum kita. Yang dimaksud syar’u man qoblana ialah syari’at hukun dan ajaran-ajaran yang berlaku para Nabi ’alaihim ash-shalat wa as-salam sebelum nabi muhammad Saw diutus menjadi rasul,seperti: syari’at Nabi Ibrahim,Nabi Daud,Nabi Musa,Nabi Isa,dan lain-lain.

C.    Al-Dzari’ah

Menurut bahasa Al-Zariah berarti media yang menyampaikan kepada sesuatu. Sedangkan dalam pengertian istilah Usul Fiqh,yang dimaksuddengan Al-Dzariah ialah sesuatu yang merupakan media dan jalan untuk sampai kepada sesuatu yang berkaitan dengan hukum syara’ baik yang halal maupun yang haram, dan yang menuju ketaatan atau kemaksiatan. Oleh karna itu dalam kajian Usul Fiqih Al-Dzariah dibagi dua yakni sadd al-dzariah dan fath Al-Dzariah.

D.    Qaul Sahabi

        Para ulama sepakat bahwa perkataan sahabat yang bukan berdasarkan fikiran mereka semata adalah hujjah (dasar hukum) bagi kaum muslimin,karna apa yang dikatakan para sahabat itu,tentu saja apa yang telah didengar dari rasul. Misalnya perataan Aisyah yang diriwayatkan oleh Dar Quthni:
   
Kandungan itu tidak akan lebih dua tahun dalam perut ibunya,sepanjang bayang-bayang benda diucapkan.
        Keterangan Aisyah bahawa maksimal waktu mengandung itu adalah  dua tahun bukanlah semata-mata pendapatnya atas dasar ijtihad pribadi. Bila hal ini benar adanya dan dapat diterima menrut kenyataan niscaya keterangan tersebut bersumber dari apa yang telah didengar dari Rasulullah,walaupun menurut lahirnya adalah ucapan Aisyah sendiri.
   

=>  Ijtihad

A.    Arti Ijtihad

Ijtihad menurut bahasa adalah bersungguh-sungguh. Sedangkan menurut istilah adalah mengerahkan segala kemampuan dan usaha yang ada untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Ijtihad dalam bidang syar’I ada 2 macam yaitu:

1.    Ijtihad dalam istinbath hukum dan penjelasannya
2.    Ijtihad dalam penerapan hukum.

B.    Fungsi Ijtihad

Fungsi ijtihad dalam islam sesungguhnya bisa disimpulkan dalam kata-kata, bahwa ijtihad ijtihad berfungsi sebagai dinamisator didalam sistem hukum islam. Oleh karena itu apabila ijtihad tidak tidak berjalan sebagaimana mestinya akan adan terasa adanya suatu kekakuan dalam sistem hukum islam.

=>  Metode istinbat (segi bahasa) : Amar, nahi, takhyir, ‘arn, khas

A.    Al-Amr
para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan inti arti al-amr. Sebagian mereka berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukkan bagi wujud (wajib). Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukkan bagi nadb (mandub).


B.Perantara (Wasilat) Perbuatan

Wasilat adalah prantara yang menyebabkan sesuatu perbuatan. Para ulama merumuskan wasilat dalam kaidah: “ perintah menjalankan sesuatu perbuatan berarti perintah juga bagi perkara-perkara yang menjadi prantaranya perbuatan tersebut. Contoh nya perintah shalat, berarti juga mengandung perintah thaharat, karena shlat dianggap sempurna apabila sebelumnya berthaharat(berwudhu).

C.    Amar yang didatangkan sesudah nahy

Ulama ushul fiqh berselisih pendapat tentang petunjuk amr yang didatangkan sesudah nahy dalam tiga golongan:

1.    Imam Malik dan Ibn Hazm berpendapat bahwa “menurut aslinya amr itu untuk mewajibkan meskipun datang sesudah nahi.

2.    Menurut Imam Al-Syafi’I dan kebanyakan Mutakkallimin bahwa, “ perintah yang didatangkan sesudah larangan itu memberi faedah perizinan (kebolehan)

3.    Sebagian ulama memerincinya sebagai berikut:

Apabila larangan yang mendahuluinya itu merupakan illat terlarangnya, maka perintah yang jatuh sesudahnya adala untuk menghilangkan larangan, disebabkan illatnya pun sudah hilang dan untuk mengembalikan hukum yang semula sudah dilarang, yaitu diperbolehkan. Seperti contoh-contoh dari Rasulullah Saw, salah satunya meninggalkan shalat pada saat datang haid.

=>  Metode istinbat (bahasa) : ta’fwil, mutlaq-muqayad, mantuq-mafhum

A.    TA’WIL

1.    Pengertian dan Syarat Ta’wil

Menurut bahasa,ta’wil berasal dari kata ala,yaulu,artinya kembali.
Adapun menurut istilah adalah sebagai berikut :
    “ta’wil adalah membelokkan kalimat dari zhahirnya pada arti lain yang yang lebih sesuai dengan alasan yang kuat sehingga arti yang lain inilah yang dianggap lebih sesuai.”(imam syaukani)

    Dengan alasan yang kuat dan syarat-syarat yang lengkap, maka dalil tersebut dapat di ta’wilkan. Tujuan dari ta’wil tersebut harus dibenarkan oleh ilmu bahasa serta kesustraan arab.

2.    Kedudukan Ta’wil

Ulama ushul telah sepakat, bahwa ta’wil itu hanya berlaku dalamsoal-soal furu’. Adapun mengenai soal-soal ushul (pokok-pokok syara’), seperti soal sifat Allah, surga, neraka, dan sebagainya, maka terdapat tiga pendapatasebagai berikut:

1.    Tidak berlaku ta’wil dalam soal-soal ushul.
2.    Berlaku dalam soal-soal ushul hanya saja ta’wilnya di serahkan ke hadirat Allah SWT.(menurut madzhab)
3.    Berlaku ta’wil dalam soal ushul, menurut madzhab khalaf termasuk Ibnu Abbas. 

Advertisment**
Tools SEO for your blogger and Website, Join for free now !
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

B.    MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1.    Pengertian Mutlaq

Apabila kita selidiki secara seksama tentang keadaan tiap-tiap lafal yang di pandang dari segi di batasinya atau tidaknya lafal itu, maka ada yang keadaanya bebas dan tidak di batasi penggunaanya oleh hal lain (muqayyad). Hal-hal yang membatasi lafal itu di sebut Al-Qoid.

المطلق هو مادلّ على فرد أو أفراد  شائعة بدون قيد مستقلّ لفظا

”Muthlaq ialah lafadh yang menunjukkan satu atau beberapa yang tidak tertentu dengan tanpa batasan ( qayyid ) berbentuk lafadh yang berdiri sendiri.”

2.    Pengetian Muqayyad

المقيد ما دل علي الماهية بقيد من قيودها

Artinya :
“Muqayyad atau Al-muqayyad ialah lafal yng menunjukkan arti yang sebenarnya, dengan di batasi oleh suatu hal dari batas-batas tertertu.
Mutlaq adalah setiap lafaz yang menunjukkan pada madlul (arti) yang umum pada jenisnya. Kami katakan, umum pada jenisnya, agar definisi ini tidak mencakup (bisa mengelurkan) isim-isim ‘alam dan isim yang di ma’rifatkan dengan ahlil ahdi dan al-istighraqul jinsi serta jama’ yang ma’rifat. Sebab, arti dari umum pada jenisnya mungkin memutlaqkannya pada seluruh satuan jenis tanpa memberikan ketentuan.

3.    Mutlaq dan Muqayyad

Mutlak ialah lafal-lafal yang menunjukkan kepada pengertian  dengan tidak ada ikatan (batas) yang tersindiri berupa perkataan. Seperti firman allah SWT.
(٣ : المجادلة ) رقبة فتحرير
Artinya:
“maka ( wajib atasnya) memerdekakan seorang hamba sahaya” (QS. Mujadalah : 3)
Ini bereti boleh membebaskan hamba sahaya yang mikmin atau hamba sahaya yang tidak mukmin.

C.    Mantuq Mahfum

1.    Pengertian Mantuq dan Mahfum
        Mantuq adalah sesuatu yang di tunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri. Mahfum adalah sesuatu yang di tunjuk oleh lafal, tetapi bukan dari ucapan lafal itu sendiri.
        Syarat-Syarat Mafhum Mukhalafah
Syarat-syarat mafhum mukhalafah,     ialah seperti yang di kemukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Usul Fiqhi, sebagai berikut:

    Untuk syahnya mahfum mukhafalah , di perlukan empat syarat :

1)    Mahfum Mukhalafah tidak berlawanan denagn dalail yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mahfun muwafaqah
2)    Yang di sebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasa terjadi.
2.    Yang di sebutkan (mantuq), bukan di maksutkan untuk menguatkan sesuatu keadaan
3.    Yang di sebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.

=>  Metode istinbat : Maqashid syari’ah, ta’arudh-tarjih

A.    Pengertian istinbat hukum

Istinbath hukum merupakan sebuah cara pengambilan hukum dari sumbernya. Perkataan ini lebih populer disebut dengan metodologi penggalian hukum. Metodologi, menurut seorang ahli dapat diartikan sebagai pembahasan konsep teoritis berbagai metode yang terkait dalam suatu sistem pengetahuan. Jika hukum Islam dipandang sebagai suatu sistem pengetahuan, maka yang dimaksudkan metodologi hukum Islam adalah pembahasan konsep dasar hukum Islam dan bagaimanakah hukum Islam tersebut dikaji dan diformulasikan.

B.    Maqashid syari’ah

1.    Pengertian Maqashid Syari’ah

Syari’ah berasal dari bahasa arab yakni dari kata syari’ah. Secara etimologi berarti jalan menuju aliran air atau jalan yang mesti dilalui atau aliran sungai.     
Al-qur’an menggunakan kata syari’ah untuk menunjuk pengertian jalan yang terang dan nyata untuk mengantarkan manusia kepada keselamatan dan kesuksesan didunia dan diakhirat
.
C.    Ta’Arudh Al-adilah

Ta’arudh artinya pertentangan, al-adillah artinya dalil-dalil. Dengan demikian, ta’arudh al-adilah adalah pertentangan antara beberapa dalil tentang suatu masalah tertentu, misalnyabdalil yang satu menyatakan bahwa pembuatan tersebut wajib dilakukan, sedangkan dalil lainnya menetapkan sunnah.
Dalil-dalil yang menjadi kajian ta’arudh al-adilah adalah dalil-dalil yang derajat atau kualitasnya sama, keduanya merupakan hadist-hadist yang sahih, sehingga apabila terdapat pertentangan harus dicari solusinya.

D.    TARH

Secara etimologi, tarjih berarti “menguatkan”, sedangkan secara terminologi, ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqih.

1.    Menurut ulama’ hanfiyah.

Artinya:“memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu diantara dua dalil yang sama (sederajat). Dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”
    Menurut golongan ini, dalil yang bertentangan harus sederajat dalam kualitasnya, seperti pertentangan ayat dengan ayat. Dalil tambahan yang menjadi pendukungnya harus berkaitan dengan salah satu dalil yang di dukungnya.

E.    Cara pen-tanjih-an

Menurut para ulama ushul fiqh, cukup banyak metode yang bisa digunakan untuk men-tarjih dua dalil yang bertentangan apabila tidak mungkin di lakukan cara al-jam’u baina at-taufiq dan nask-mansukh.
Namun cara pen-tarjihan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1.    Tarjih bain an-Nushush

Tarjih bain an-Nushush, terbagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

a.    Dari segi sanad
Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pentarjihan dapat di lakukan melalui 42 cara, diantaranya dikelompokkan menjadi beberapa bagian berikut:

1)    Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya
2)    Pen-tarjih-an dengan melihat riwayat itu sendiri
3)    Pen-tarjih-an melalui cara menerima hadits dari Rasul
b.    Dari segi matan
c.    Dari segi hukum atau kandungan hukum
d.    Tarjih menggunakan faktor (dalil) lain di luar nash


DAFTAR PUSTAKA

Syukur,Masywadi,Prof,L.C. 1990.  PENGANTAR ILMU FIQIH DAN USHUL FIQIH.
Syarifuddin, Amir, Prof, Dr, H. 1997. USHUL FIQH JILID 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Asywadie,m. Pengantar Fiqh dan Ushul Fiqh.1990. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Hilal,iyad. Studi tentang Ushul fiqh.2005. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Umam  Khairul dan dan Aminudin  Ahyar. Ushul Fiqih II.Bandung. CV Pustaka Setia.2001
Karim  Syafi’I.Fiqih-Uashul Fiqih.Bandung. CV Pustaka Setia. 2001
Biek  Muhammad Al-Khudhori.Terjemahan Ushul Fiqih.Pekalongan.Raja Murah.tanpa tahun
As-siba’i  Yasin.Terjemahan Ushul Fiqih.Bogor.Pustaka Thariqul Izzah.2003
Al-Jawziyyah  Ibn Qayim, I’lam al-Muwaqi’in, Jilid I, Beirut Libanon: Daar al-Kitab
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syar’i, Jilid I, Beirut Libanon: Daar al-Ma’arifah.
Al-Zuhaili  Wahbah.1986. Ushul al-Fiqh al-Islami, Jilid I, Beirut: Daar al-Fikr..

0 comments:

Post a Comment