Belajar Itu Wajib !!!

Belajar merupakan hal yang sangat penting bagi manusia untuk meningkatkan kemampuan dirinya

Terasa Mudah dan menyenangkan dengan Belajar Online

Mudah-mudahan bisa mempermudah dan membantu para pembaca dan semoga dapat mencerdaskan generasi Bangsa.

Out Of The Box

Jangan Hanya menghandalakan ilmu yang akan kita dapatkan di pendidikan formal, karna diluar pendidikan formal terdapat ilmu pengetahuan yang sangat luas.

Belajar yang menyenangkan

pembelajaran akan terasa lebih mudah apabila proses pembelajarn yang kita lakukan menyenangkan ! .

Manfaatkan kemajuan Technologi!!!

Dengan kemajuan technologi sekarang ini kiat bisa memproleh ilmu pengetahuaan yang seluas-luasnya.

Sunday, July 24, 2016

Cara Meningkatkan Pengunjung atau Traffic Blog dan website kita

Mari manfaatkan SEO tools ini untuk meningkatkan pengunjung Blog atau Facebook anda

LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing: Increase website traffic by using SEO tools by LinkCollider. LinkCollider is the only free SEO tool that uses link building and social media sites to improve SEO.

Langsung saja caranya :
1. Silahkan Register dahulu dengan Email Blog Anda
2. masuk ke email anda untuk aktivasi
3. Klik Link aktivasi tersebut
4. Selanjutnya  kumpulkan token sebanyak-banyaknya
5. untuk info selengkapnya anda tingga klik toturial yang ada di linkcollider tersebut

Mudah-mudahan bermanfaat !!

Friday, July 22, 2016

Filsafat Barat Abad Pertengahan

 

A.    Sejarah Filsafat Abad Pertengahan

Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.  Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal.

B.    Ciri-ciri Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.

Ciri–ciri khas filsafat

1.    Filsafat membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan (iman) dengan rasio
2.    Keberadaan dan keputusan tuhan
3.    Teologi dan metafisika
4.    Persoalan-persoalan epistimologi seperti pengetahuan mengenai yang universal dan individual.

Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.
Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.


Advertisment ***
Cara meningkatkat Traffic your Blogger or Website
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:

1.    Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran  Yunani     merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.

2.   Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.

C.    Periode-periode Filsafat Abad Pertengahan

1.    Masa Paritristik

Istilah patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Ireaneus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.

2.    Masa Skolastik

Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti skolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan sekolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.

Filsafat skolastik ini dapat tumbuh dan berkembang karena beberapa faktor berikut:

a. Faktor Religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak sampai dapat ketanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehinnga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tergolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.

b. Faktor ilmu pengetahuan

Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambil dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).

Anselmus mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filsafat. Dalam menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.  
Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa rohani gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman.

Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu  Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias pria dan wanita memiliki jiwa yang sama,   hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.

Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

1)    Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200

Sejak abad kelima hingga ke-8 masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 masehi, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814) dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan imu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberales, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik.

2)    Skolastik puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300

Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini juga disebut sebagai masa berbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya.

a.    Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke 13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.

b.    Tahun 1200 didirikan universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal berdirinya universitas di Paris, Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lain.

c.    Berdirinya ordo-ordo. Ordo- ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orng tehadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebanyakan tokoh-tokohya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote,Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.

3)    Skolastik akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.

Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan).
Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

3.    Masa Peralihan

Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan awal masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.

a. Renaissance

Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol dan selanjutnya hingga menyebar keseluruh Eropa. Diantara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.

b. Humanisme.

Humanisme pada mulanya di pakai sebagai suatu pendirian dikalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta perikemanusiaan. Kemudian, humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Diantara para tokohnya adalah Boccaccio, petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.

c. Reformasi

Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. Revolusi tesebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas
Protestanisme. Para tokohnya antara lain Jean Calvin dan Martin Luther.

D.    Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi (Al Khawarizmi), kedokteran (Ibnu Sina), karya-karya Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali.

Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b) aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku-buku suci.

Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban Kristen. Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, bangunan bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja. 


Advertisment ***
Situs untuk meningkatkan Traffic Blog atau Website anda, Join Sekarang Gratiss!!

LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro Ahmadi. 1994. Filsafat Umum. Semarang: Rajawali Pers.
Zainal Abidin. Pengantar Filasafat Barat. 2006. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surajiyo. Ilmu Filsafat. 2005. Jakarta: Bumi Aksara.

Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih

Pengertia Fiqih dan Ushul Fiqih


Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh

Dalam pembicaraan mengenai hukum islam selalu ditemukan dan dikenal istilah-istilah seperti  Ushul fiqh, ushul al-fiqh, dan qawaid al-fiqh. Untuk meletakkan istialah-istilah tersebut pada tempatnya terlebih dahulu perlu kita mengetahui batasan dan ruang lingkup serta pembahasan dari setiap istilah berikut.
Menurut istilah fiqh berarti dasar-dasar bagi pemahaman islam yang mendalam. Sedangkan menurut bahasa adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf (akhil balig) berdasarkan dalil yang terperinci. Sedangkan ushul fiqh menurut istilah berarti sesuatu yang mencegah seseorang melakukan perbuatan yang terlarang. Sedangkan menurut bahasa berarti ilmu tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan metode-metode, cara-cara untuk menetapkan hukum atau menggali hukum dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan sunnah. Dari pembelajaran yang kita lakukan, ushul fiqh terbagi menjadi beberapa materi pembelajaran yaitu:

=>    Ta’rif ushul fiqih, objek, manfaat, sejarah, kitab/karya ulama

A.    Ta’rif Ushul Fiqih

Dari aspek pertama, Ushul Fiqih berasal dari dua kata, yaitu kata ushul bentuk jamak dari ashl dan kata fiqih, yang masing-masing memiliki pengertian yang luas. Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun bukan”.

B.    Objek Kajian Ushul Fiqih   

Dari definisi ushul fiqih, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqih secara garis besarnya ada tiga:

1.    Sumber hukum dengan semua seluk beluknya.
2.    Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hokum dari sumbernya.
3.    Persyaratan orang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahannya.

C.    Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqih

secara rinci Ushul Fiqih berfungsi sebagai berikut:

1.    Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunakan dalil. Dengan berpedoman pada Ushul Fiqih, hokum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui syara’.

2.    Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hokum) yang dapat disepakati untuk menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang di masyarakat.

3.    Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan. Dengan demikian, para peminat hokum islam (yang belum mampu berijtihad) dapat memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alas an-alasan yang tepat.

=> Hukum syara’: hokum taklifi, hokum wadh’

A.    Hukum Syara’

Hukum syara’ adalah pernyataan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatn orang mukallaf, ba berup tangan untuk bertindak atau pilihan dalam bertindak atau ketetapan dalam bertindak.
Dimensi hukum syara’:

1.    Hakim adalah orang yang menetapkan hukum
2.    Mahkum Bih adalah siapa yang menadi subjek hukum
3.    Mahkum fih adalah perbuatan yan terkena hukum.

Advertisment**
Tingkatkan Traffic Blog anda dengan Linkcollider.com!! Daftar Segeraa!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

B.    Hukum Takhlifi

Hukm yang mendorong seserang untu bertindak, bak mendorong untuk bertindak atau tidak melakukan.

C.    Hukum Ihtiari

Hukum yang diperbolehkan bagi seseorang dalam bertindak melangkah atau meninggalkan hukum ihtiari. Hukum ihtiari umlahnya lebih besar daripada hukum takhlifi.

D.    Hukum Wad’i

Hukum yang berkaitan kapan huum takhli itu dilakukan atau berlaku. Arahnya yaitu pada status perbuatan tertentu.

Sebagaian ulama mengatakan ada 5 yaitu:

1.    Sebab yatu sesuatu yang menimbulkan hukum takhlifi berlaku.
2.    Syarat yaitu dimaa status hukum takhlifi suatu perbuatan bergantung pada keberadaannya.
3.    Manik yaitu sesuatu yang menghaangi berlakunya hukum takhlifi.
4.    Azimah yatu hukum erbuatan (takhlifi) yang telah ditetapan secara pasti dan jeas oleh syara’
5.    Hudsoh yaitu hukum-hukum yang mengandung keringanannya didalam menalankan hukum-hukum takhlifi yang sudah pasti.

=>  Hukum syara’ : hakim, mahkum fih, mahkum ‘Alaih

a.    Pembuat Hukum syara’ (hakim)

Hukum syara’ adalah pernyataan perbuatan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan orang mukallaf baik berupa tangan untuk bertindak atau pilihan dalam bertindak atau ketetapan dalam bertindak.

b.    Objek Hukum (Mahkum Bih/ Fiihi)
Para ulama ushul fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud denga mahkum bih adalah objek hukum, yaitu perbuata mukallaf yang berkaitan dengan titah syari’ (Allah dan RasulNya), yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan, memilih suatu pekerjaan, dan yang bersifat syarat, sebab halangan, rukhsah, sah, serta batal.

c.    Subjek Hukum/Mahkum Alaihi
Yang dimaksud dengan “mahkum alaihi” ialah mukallaf (manusia) yang terjadi obyek tuntutan hokum syara’. Ketentuan–ketentuan hokum syara’ yang akan diberlakukan kepada mukallaf selalu disesuaikan dengan kemampuan dan kecakapan manusia. Jadi mukallaf adalah orang yang dibebani hokum syara’ apabila telah memenuhi syara’.


=>  Azima & rukshah : Ta’rif & macam-macamnya

A.    Azimah

Azimah secara etimologi maksudnyaadalah teka yang kuat, sedangkan secara Terminologi maksudnya ketentuan-ketetuan Aah yang sudah elas an asti berlaku secara umum. ketetapannya berlaku sejak lama.

B.    Ruksah

Ruksoh secara etimologi adalah Keinginan atau kemudahan, sedangkan secara terminologi adalah diperbolehkan melakukan suatu perbuatan yang berbeda dengan dalil yang sudah ada, karena ada udzur atau ada alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Menurut imam Al Ghazali, “azimah dan ruksoh termasuk hukum wad’i dilhat dari aturan dan dalil yang sudah ada.

Yang termasuk dalam kategori Azimah aa 4 yaitu:

1.    Hukum ibadah muamalah, fado’ Munayah dan semu perbuatan-perbuatan yang diyakini mengandung manfaat baik bagi drimya dan orang lain, baik mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.    Larangan melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kemaborotan (bahaya) bagi dirinya maupun bagi orang lain.
3.    Hukum baru yang membatalkan hukum lama yang tidak berlaku lagi.
4.    Hukum pengecualian.

Pembagian Rukshoh

1.    Rukhsos yan wajib dilakukan, contohnya ruksoh dalam menyeamtkan nyawa
2.    Rukhsoh sunah contohnya menamak dan mengkosor shalat
3.    Rukhsoh Mubah yaitu rukhsoh yang aabila dilakukan dan tidak berdampak pada hukum
4.    Rukhsos Makruh yaitu Rukhsoh yang mestinya tidak boleh dilakukan, tapi harus dilakukan.

5.    Sumber dan dalil hokum yang di sepakati : Al-Qur’an & Sunnah

A.    Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologi, al-Quran adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a(  قرا  ), sewazan dengan kata fu’lan (  فعلان  ), artinya: bacaan;berbicara tentang apa yang tertulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata( قران  ) berarti ( مقروء  ), yaitu isim maf’ul (objek) dari ( ا قر). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18
ان علىنا جمعه وقرانه * فاذاقرفا تبع قرانه  (ااالقىا مه:١٧-١٨)
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu”.

B.    Kehujjahan Al-Qur’an

Ada beberapa alas an yang dikemukakan ulama ushul fiqih tentang kewajiban berhujjah dengan al-Quran, diantaranya adalah :

1.    Al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasulullah SAW. Diketahui secara mutawatir, dan ini member keyakinan bahwa al-Qur’an itu benar-benar dating dari Allah melalui malaikat jibril kepada Muhammad SAW. Yang dikenal sebagai orang yang paling dipercaya.

2.    Banyak ayat yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu datangnya dari Allah, diantaranya dalam surat ali imran ayat 3:

نزل علىك الكتب با لحق مصدقا لما بىن ىدىه وا نزلالتورىهوالانجىل
 (ال عمران:٣)

“Dia menurunkan al-kitab(al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan taurat dan injil.”(QS.Ali –Imran:3).

3.    Mukjizat al-Qur’an juga merupakan dalil yang pasti tentang kebenaran al-Qur’an dating dari AllahSWT.

C.    Al-Qur’an sebagai Dalil Kulli dan Juz’i

Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:

1.    Penjelasa rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya,
2.    Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global(kulli), umum, dan mutlak, Hal inilah yang diungkapkan Al-Qur’an dalam surat An-Nahl ayat 44:

 ....وانزلناالىك الذكرلتبىن للنا سس ما نزل الىهم (النحل:٤٤)

“Dan kami turunkan kepada engkau (Muhammad) Al-Quran agar dapat engkau jelaskan kepada mereka apa-apa yang diturunkan Allah pada mereka….”
( QS.An-Nahl:44)

D.    Ibarat Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum

Dalam menjelaskan hukum, al-Qur’an menggunakan beberapa cara dan ibarat, yaitu dalam bentuk tuntutan untuk berbuat yang disebut suruhan atau perintah, atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.
Larangan menunjukkan keharusan meninggalkan perbuatan yang dilarang, seperti larangan membunuh dalam firman Allah:

ولا تقتلوا النفس التى حرم االله الا با لحق

Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, (al-An’am [6]: 151).

E.    Karakteristik dan Bentuk –Bentuk Penjelasan Hukum Al-Qur’an

Sebagaimana ditegaskan al-qur’an itu sendiri, sebagai kitabwahyu, fungsi al-Qur’an, antara lain: Sebagai al-huda(petunjuk), Sebagai rahmat, Sebagai maw’izah (bimbingan dan pengajaran), Sebagai tibyan (penjelasan) dan tafshil(pemerinci),  Sebagai furqan(pembeda antara yang baik dan dan salah,Segabi nur (cahaya) yang menerangi kalbu manusia untuk melihat kebenaran dan menjadi benar dalam hidupnya.

F.    Hukum yang Terkandung dalam Al-Qur’an

Secara garis besar hukum-hukum dalam al-Qur’an dapat di bagi menjadi tiga macam: Pertama, hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT mengenai apa-apa yang diyakini dan harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya. Kedua, hukum-hukum yang mengatur hubungan pergaulanmanusia . Ketiga, hukum-hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahiriahnya dalam hubungan dengan Allah SWT, dalam hubungan dengan sesame manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukanatau harus dijauhi. Hukum ini disebut hukum amaliyah, yang pembahasannya dikembangkan dalam “ilmu syari’ah”

G.    Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Fiqih 

Kekuatan hujjah al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-Qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam al-Qur’an. Perintah mematuhi Allah itu berarti perintah mengikuti apa-apa yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an. 

3.    Pengertian Sunnah

Ditinjau dari segi etimologi, makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan tersebut terpuji ataupun tercela.  Sedangkan secara terminilogi, makna kata sunnah ditinjau dari segi disiplin ilmu sebagai berikut:

A.    Perbedaan Al-Quran dan Sunnah

Ahlul sunnah berpendapat bahwa Al Quran dan Sunnah keduanya bersumber dari wahyu. Al-Quran wahyu dari segi bahsanya dan maknanya dan sunnah wahyu dari Rasullallah sendiri. Demikian yang diterangkan oleh syekh jallalauddin sayuti yang mengatakan bahwa sunnah termasuk wahyu dari segi makna bukan dari segi lafalnya.

Degan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun al-quran dan sunnah sama-sama wahyu yang disandarkan kepada Allah SWT. Akan tetapi redaksi kata-katanya menjadi tolak ukur penting. Al-quran lafal beserta makananya dirutunkan oleh Allah SWT. Sedangkah sunnah maknanya bersalal dari allah akan tetapi redaksi kata-atanya berasal dari Nabi SAW. Perbedaan ini di dukung dengan Nabi yang menjadi Al-Quran berjalan.

B.    Fungsi sunnah

Sunnah membentuk hokum baru yang yang tidak disebutkan di dalam Al-Quran seperti haram kawin dengan mengumpulkan wanita dan saudara ayah atau saudara ibunya , haram memakan binatang yang bertaring dan bercakar, haram bagi kaum lelaki memakai perhiasan emas dan kain sutra.

C.    Tingkatan Hadist

Hadist dapat dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad. Hadist mutawatir apabila terdiri dari orang banyak sehingga tidak mungkin mereka semua sepakat untuk berbohong. Hadist mutawatir memberikan pengertian yang pasti karena tidak tergambar kesemua perawinya bersepakat membuat kebohongan maka hadis yang demikian dijadikan sumber syariat islma tanpa meneliti lagi keadaan perawinya dan siapa yang menolaknya dihukumkan menjadi kafir. 

=>  Sumbar dan dalill hukum yang di sepakati : ijma’ dan Qiyas

A.    IJMA’

Ijma’ menuruut istilah ushul adalah sepakat para mujtahid Muslim memutuskan suatu masalah sesudah wafat Rasulullah terhadap hukum syar’i, pada suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan kepada semua Mujtahid di waktu terjadinya. Para Mujtahid itu sepakat memutuskan/menentukan hukumnya. Kesepakatan mereka itu dinamkan ijma’.

B.    Qiyas

    Qias dalam istilah ushul, yaitu menyusul peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya. Dalam hal hukum yang terdapat nash untuk menyamakan dua peristiwa pada sebab hukum ini.
    Apabila ada nash menunjukkan hukum pada suatu peristiwa, dan diketahui sebab hukum ini dengan salah satu jalan dari jalan-jalan kita lalui hal-hal yang menerangkan sebab-sebab hukum itu. Di sini dikemukakan contoh-contoh qias syar’i dan hukum negara.

C.    Hujjah

Menurut ulama-ulama kenamaan, bahwa qias itu merupakan hujjah syar’i terhadap hukum akal. Qias ini menduduki tingkat keempat, hujjah syar’i. Sebab apabila dalam suatu peristiwa tidak terdapat hukum yang berdasarkan nash, maka peristiwa ini diqiaskan kepada peristiwa yang bersamaan sebelum sanksi hukum itu dijatuhkan kepadanya. Disamakan dengan peristiwa-peristiwa yang diqiaskan itu. Begini yang diatur oleh syari’at. Mukallaf memperluas pendirian, mengikut dan mengamalkan qias ini. Dibangsakan kepada peristiwa yang berdasarkan nash. Qias ini diakui oleh hukum.

=>  Istihsan, istishhab, mashlahah –mursalah

A.    Istihsan

Secara harfiyah, istihsan diartikan meminta berbuat kebaikan, yaitu menghitung-hitung sesuatu dan menganggap kebaikannya. Secar etimologi, stihsan berarti menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu. Tiak ada perbedaan pendapat dialangan ulama Ushul fiqh dalam mempergunakan Lafadz istihsan.

B.    Istishab

Menurut etimologi, istsab merupakan mencari seseorang untuk menjadi teman. Sedangkan menrut terminologi adalah berpegang teguh teadap hukum islam, atau hukum asal sampai ddapati ilat atau keadaan baru yang merubahnya.

kelebihan stishab:

1.    Berpegang teguh erhadap dalil nali
2.    Setia terhadap niai-nilai hukum lama
3.    Memudahkan bagi seseorang dalam menjalankan ibdah
4.    Kelebihan lainnya berati-hati dalam masalah hukum
Kekurangannya:

1.    Terlalu cepat dalam merespor probelema
2.    Kurang menggunakan alat.

Syarat stishab:

a.    Memahami secara benar terhadap hukum asal sesuatu
b.    Hukm bersumber dari dalil yang diakui
c.    Mengetahui secara ijma’ terhadap munculnya nilai-nilai baru
.
C.    Maslahah Mursalah

Menurut etimologi maslahah artinya kebaikan, dan mursalah artinya yang tulus. Jadi maslahah mursalah yatu kebaikan umum. Sedangkan menurut terminolgis maslahah mursalah yaitu kebaikan umum yang tidak dijelaskan dalam al-Quran maupun hadist dan keberadaannya tidak dibatalkan oleh syariat.
Syarat maslahah mursalah yaitu:

1.    Kebaikan yang dimaksud tidak bertentangan dengan syariat
2.    Kemaslahatan langsung dirasakan
3.    Kemaslahatan yang dimaksud sama sekali tidak dijelaskan dalam al-Quran dan tidak ditentang oleh hukm yan berlaku.


=>  ‘Urf, Sadd al-Dzari’ah, Syar’u man qablana, mazhab shahabi

A.    AL-‘URF (ADAT-ISTIADAT)

1.    Pengertian ‘Urf

‘Urf  mnurut pengertian bahasa adalah kebiasaan yang berlaku dalam perkataan,perbuatan atau meninggalakan  perbuatan itu yang sudah  menjadi kebiasaan orang banyak dan  mereka berkata atau berbuat sesuai dengan kebiasaan.
Adat adalah berasal dari kebiasaan seluruh lapisan masyarakat baik orang awam maupun orang yang terpelajar,tetapi ijma’hanya merupakan kesepakatan para mujtahid dan tidak termasuk orang yang awam.
Ketentuan-ketentuan yang bersumber dari adat ini selalu berubah sesuai dengan perubahan ruang dan waktu namun ketentuan yang besumber dari adat sedang adat itu erat hubngannya dengan kemaslahatan manusia dan mentaksishkan yang umum atau merincikan yang mutlak.

B.    Syar’u ManQablana

Syar’u man qablana artinya ialah, syari’at orang-orang sebelum kita. Yang dimaksud syar’u man qoblana ialah syari’at hukun dan ajaran-ajaran yang berlaku para Nabi ’alaihim ash-shalat wa as-salam sebelum nabi muhammad Saw diutus menjadi rasul,seperti: syari’at Nabi Ibrahim,Nabi Daud,Nabi Musa,Nabi Isa,dan lain-lain.

C.    Al-Dzari’ah

Menurut bahasa Al-Zariah berarti media yang menyampaikan kepada sesuatu. Sedangkan dalam pengertian istilah Usul Fiqh,yang dimaksuddengan Al-Dzariah ialah sesuatu yang merupakan media dan jalan untuk sampai kepada sesuatu yang berkaitan dengan hukum syara’ baik yang halal maupun yang haram, dan yang menuju ketaatan atau kemaksiatan. Oleh karna itu dalam kajian Usul Fiqih Al-Dzariah dibagi dua yakni sadd al-dzariah dan fath Al-Dzariah.

D.    Qaul Sahabi

        Para ulama sepakat bahwa perkataan sahabat yang bukan berdasarkan fikiran mereka semata adalah hujjah (dasar hukum) bagi kaum muslimin,karna apa yang dikatakan para sahabat itu,tentu saja apa yang telah didengar dari rasul. Misalnya perataan Aisyah yang diriwayatkan oleh Dar Quthni:
   
Kandungan itu tidak akan lebih dua tahun dalam perut ibunya,sepanjang bayang-bayang benda diucapkan.
        Keterangan Aisyah bahawa maksimal waktu mengandung itu adalah  dua tahun bukanlah semata-mata pendapatnya atas dasar ijtihad pribadi. Bila hal ini benar adanya dan dapat diterima menrut kenyataan niscaya keterangan tersebut bersumber dari apa yang telah didengar dari Rasulullah,walaupun menurut lahirnya adalah ucapan Aisyah sendiri.
   

=>  Ijtihad

A.    Arti Ijtihad

Ijtihad menurut bahasa adalah bersungguh-sungguh. Sedangkan menurut istilah adalah mengerahkan segala kemampuan dan usaha yang ada untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Ijtihad dalam bidang syar’I ada 2 macam yaitu:

1.    Ijtihad dalam istinbath hukum dan penjelasannya
2.    Ijtihad dalam penerapan hukum.

B.    Fungsi Ijtihad

Fungsi ijtihad dalam islam sesungguhnya bisa disimpulkan dalam kata-kata, bahwa ijtihad ijtihad berfungsi sebagai dinamisator didalam sistem hukum islam. Oleh karena itu apabila ijtihad tidak tidak berjalan sebagaimana mestinya akan adan terasa adanya suatu kekakuan dalam sistem hukum islam.

=>  Metode istinbat (segi bahasa) : Amar, nahi, takhyir, ‘arn, khas

A.    Al-Amr
para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan inti arti al-amr. Sebagian mereka berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukkan bagi wujud (wajib). Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukkan bagi nadb (mandub).


B.Perantara (Wasilat) Perbuatan

Wasilat adalah prantara yang menyebabkan sesuatu perbuatan. Para ulama merumuskan wasilat dalam kaidah: “ perintah menjalankan sesuatu perbuatan berarti perintah juga bagi perkara-perkara yang menjadi prantaranya perbuatan tersebut. Contoh nya perintah shalat, berarti juga mengandung perintah thaharat, karena shlat dianggap sempurna apabila sebelumnya berthaharat(berwudhu).

C.    Amar yang didatangkan sesudah nahy

Ulama ushul fiqh berselisih pendapat tentang petunjuk amr yang didatangkan sesudah nahy dalam tiga golongan:

1.    Imam Malik dan Ibn Hazm berpendapat bahwa “menurut aslinya amr itu untuk mewajibkan meskipun datang sesudah nahi.

2.    Menurut Imam Al-Syafi’I dan kebanyakan Mutakkallimin bahwa, “ perintah yang didatangkan sesudah larangan itu memberi faedah perizinan (kebolehan)

3.    Sebagian ulama memerincinya sebagai berikut:

Apabila larangan yang mendahuluinya itu merupakan illat terlarangnya, maka perintah yang jatuh sesudahnya adala untuk menghilangkan larangan, disebabkan illatnya pun sudah hilang dan untuk mengembalikan hukum yang semula sudah dilarang, yaitu diperbolehkan. Seperti contoh-contoh dari Rasulullah Saw, salah satunya meninggalkan shalat pada saat datang haid.

=>  Metode istinbat (bahasa) : ta’fwil, mutlaq-muqayad, mantuq-mafhum

A.    TA’WIL

1.    Pengertian dan Syarat Ta’wil

Menurut bahasa,ta’wil berasal dari kata ala,yaulu,artinya kembali.
Adapun menurut istilah adalah sebagai berikut :
    “ta’wil adalah membelokkan kalimat dari zhahirnya pada arti lain yang yang lebih sesuai dengan alasan yang kuat sehingga arti yang lain inilah yang dianggap lebih sesuai.”(imam syaukani)

    Dengan alasan yang kuat dan syarat-syarat yang lengkap, maka dalil tersebut dapat di ta’wilkan. Tujuan dari ta’wil tersebut harus dibenarkan oleh ilmu bahasa serta kesustraan arab.

2.    Kedudukan Ta’wil

Ulama ushul telah sepakat, bahwa ta’wil itu hanya berlaku dalamsoal-soal furu’. Adapun mengenai soal-soal ushul (pokok-pokok syara’), seperti soal sifat Allah, surga, neraka, dan sebagainya, maka terdapat tiga pendapatasebagai berikut:

1.    Tidak berlaku ta’wil dalam soal-soal ushul.
2.    Berlaku dalam soal-soal ushul hanya saja ta’wilnya di serahkan ke hadirat Allah SWT.(menurut madzhab)
3.    Berlaku ta’wil dalam soal ushul, menurut madzhab khalaf termasuk Ibnu Abbas. 

Advertisment**
Tools SEO for your blogger and Website, Join for free now !
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

B.    MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1.    Pengertian Mutlaq

Apabila kita selidiki secara seksama tentang keadaan tiap-tiap lafal yang di pandang dari segi di batasinya atau tidaknya lafal itu, maka ada yang keadaanya bebas dan tidak di batasi penggunaanya oleh hal lain (muqayyad). Hal-hal yang membatasi lafal itu di sebut Al-Qoid.

المطلق هو مادلّ على فرد أو أفراد  شائعة بدون قيد مستقلّ لفظا

”Muthlaq ialah lafadh yang menunjukkan satu atau beberapa yang tidak tertentu dengan tanpa batasan ( qayyid ) berbentuk lafadh yang berdiri sendiri.”

2.    Pengetian Muqayyad

المقيد ما دل علي الماهية بقيد من قيودها

Artinya :
“Muqayyad atau Al-muqayyad ialah lafal yng menunjukkan arti yang sebenarnya, dengan di batasi oleh suatu hal dari batas-batas tertertu.
Mutlaq adalah setiap lafaz yang menunjukkan pada madlul (arti) yang umum pada jenisnya. Kami katakan, umum pada jenisnya, agar definisi ini tidak mencakup (bisa mengelurkan) isim-isim ‘alam dan isim yang di ma’rifatkan dengan ahlil ahdi dan al-istighraqul jinsi serta jama’ yang ma’rifat. Sebab, arti dari umum pada jenisnya mungkin memutlaqkannya pada seluruh satuan jenis tanpa memberikan ketentuan.

3.    Mutlaq dan Muqayyad

Mutlak ialah lafal-lafal yang menunjukkan kepada pengertian  dengan tidak ada ikatan (batas) yang tersindiri berupa perkataan. Seperti firman allah SWT.
(٣ : المجادلة ) رقبة فتحرير
Artinya:
“maka ( wajib atasnya) memerdekakan seorang hamba sahaya” (QS. Mujadalah : 3)
Ini bereti boleh membebaskan hamba sahaya yang mikmin atau hamba sahaya yang tidak mukmin.

C.    Mantuq Mahfum

1.    Pengertian Mantuq dan Mahfum
        Mantuq adalah sesuatu yang di tunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri. Mahfum adalah sesuatu yang di tunjuk oleh lafal, tetapi bukan dari ucapan lafal itu sendiri.
        Syarat-Syarat Mafhum Mukhalafah
Syarat-syarat mafhum mukhalafah,     ialah seperti yang di kemukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Usul Fiqhi, sebagai berikut:

    Untuk syahnya mahfum mukhafalah , di perlukan empat syarat :

1)    Mahfum Mukhalafah tidak berlawanan denagn dalail yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mahfun muwafaqah
2)    Yang di sebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasa terjadi.
2.    Yang di sebutkan (mantuq), bukan di maksutkan untuk menguatkan sesuatu keadaan
3.    Yang di sebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.

=>  Metode istinbat : Maqashid syari’ah, ta’arudh-tarjih

A.    Pengertian istinbat hukum

Istinbath hukum merupakan sebuah cara pengambilan hukum dari sumbernya. Perkataan ini lebih populer disebut dengan metodologi penggalian hukum. Metodologi, menurut seorang ahli dapat diartikan sebagai pembahasan konsep teoritis berbagai metode yang terkait dalam suatu sistem pengetahuan. Jika hukum Islam dipandang sebagai suatu sistem pengetahuan, maka yang dimaksudkan metodologi hukum Islam adalah pembahasan konsep dasar hukum Islam dan bagaimanakah hukum Islam tersebut dikaji dan diformulasikan.

B.    Maqashid syari’ah

1.    Pengertian Maqashid Syari’ah

Syari’ah berasal dari bahasa arab yakni dari kata syari’ah. Secara etimologi berarti jalan menuju aliran air atau jalan yang mesti dilalui atau aliran sungai.     
Al-qur’an menggunakan kata syari’ah untuk menunjuk pengertian jalan yang terang dan nyata untuk mengantarkan manusia kepada keselamatan dan kesuksesan didunia dan diakhirat
.
C.    Ta’Arudh Al-adilah

Ta’arudh artinya pertentangan, al-adillah artinya dalil-dalil. Dengan demikian, ta’arudh al-adilah adalah pertentangan antara beberapa dalil tentang suatu masalah tertentu, misalnyabdalil yang satu menyatakan bahwa pembuatan tersebut wajib dilakukan, sedangkan dalil lainnya menetapkan sunnah.
Dalil-dalil yang menjadi kajian ta’arudh al-adilah adalah dalil-dalil yang derajat atau kualitasnya sama, keduanya merupakan hadist-hadist yang sahih, sehingga apabila terdapat pertentangan harus dicari solusinya.

D.    TARH

Secara etimologi, tarjih berarti “menguatkan”, sedangkan secara terminologi, ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqih.

1.    Menurut ulama’ hanfiyah.

Artinya:“memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu diantara dua dalil yang sama (sederajat). Dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”
    Menurut golongan ini, dalil yang bertentangan harus sederajat dalam kualitasnya, seperti pertentangan ayat dengan ayat. Dalil tambahan yang menjadi pendukungnya harus berkaitan dengan salah satu dalil yang di dukungnya.

E.    Cara pen-tanjih-an

Menurut para ulama ushul fiqh, cukup banyak metode yang bisa digunakan untuk men-tarjih dua dalil yang bertentangan apabila tidak mungkin di lakukan cara al-jam’u baina at-taufiq dan nask-mansukh.
Namun cara pen-tarjihan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1.    Tarjih bain an-Nushush

Tarjih bain an-Nushush, terbagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

a.    Dari segi sanad
Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pentarjihan dapat di lakukan melalui 42 cara, diantaranya dikelompokkan menjadi beberapa bagian berikut:

1)    Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya
2)    Pen-tarjih-an dengan melihat riwayat itu sendiri
3)    Pen-tarjih-an melalui cara menerima hadits dari Rasul
b.    Dari segi matan
c.    Dari segi hukum atau kandungan hukum
d.    Tarjih menggunakan faktor (dalil) lain di luar nash


DAFTAR PUSTAKA

Syukur,Masywadi,Prof,L.C. 1990.  PENGANTAR ILMU FIQIH DAN USHUL FIQIH.
Syarifuddin, Amir, Prof, Dr, H. 1997. USHUL FIQH JILID 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Asywadie,m. Pengantar Fiqh dan Ushul Fiqh.1990. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Hilal,iyad. Studi tentang Ushul fiqh.2005. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Umam  Khairul dan dan Aminudin  Ahyar. Ushul Fiqih II.Bandung. CV Pustaka Setia.2001
Karim  Syafi’I.Fiqih-Uashul Fiqih.Bandung. CV Pustaka Setia. 2001
Biek  Muhammad Al-Khudhori.Terjemahan Ushul Fiqih.Pekalongan.Raja Murah.tanpa tahun
As-siba’i  Yasin.Terjemahan Ushul Fiqih.Bogor.Pustaka Thariqul Izzah.2003
Al-Jawziyyah  Ibn Qayim, I’lam al-Muwaqi’in, Jilid I, Beirut Libanon: Daar al-Kitab
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syar’i, Jilid I, Beirut Libanon: Daar al-Ma’arifah.
Al-Zuhaili  Wahbah.1986. Ushul al-Fiqh al-Islami, Jilid I, Beirut: Daar al-Fikr..

Thursday, July 21, 2016

Pengertian Ij'ma' dan Qiyas Lengkap

Belajar Online : Pengertian Ijma' dan Qiyas

A.    Al-Ijma’
    
1.    Definisi
Dari segi kebahasaan, kata ijma’ mengandung dua arti. Pertama, bermakna “ketetapan hati terhadap sesuatu”. Pengertian ijma’ dalam konteks makna ini ditemukan, antara lain, ucapan Nabi Nuh as., kepada kaumnya, dalam surah Yunus (10): 71:
“Maka kepada Allah-lah aku bertawakkal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku)”.
Kedua, ijma’ bermakna “kesepakatan terhadap sesuatu”. Ijma’ dalam pengertian ini ditemukan dalam surah ”. Ijma’ dalam pengertian ini ditemukan dalam surah Yusuf (12): 15:
“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi”.
Adapun ijma’ dalam pengertian terminologi ialah:
“Kesepakatan semua ulama mujtahid muslim dalam satu masa tertentu setelah wafatnya Rasululllah saw., yang berkaitan dengan hukum syara’”.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ijma’ mengandung beberapa unsur sebagai berikut.
a.    Adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat islam (ulama).
b.    Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas.
c.    Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid.
d.    Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasulullah saw.,.
e.    Yang disepakati itu adalah hukum syara’ mengenai suatu masalah/peristiwa hukum tertentu.
2.    Rukun-Rukunnya
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa rukun ijma’ itu ada empat:
a.    Pada terjadinya peristiwa itu, mujtahid itu jumlahnya lebih dari seorang. Karena kesepakatan itu tidak akan terwujud kalau pemikiran yang dikeluarkan itu jumlahnya tidak lebih dari seorang. Seluruh pendapat itu setuju terhadap keputusan yang diambil itu.
b.    Sepakat atas hukum syar’i, tentang suatu peristiwa. Seluruh Mujtahid Muslimin itu pada waktu terjadinya itu mengalihkan pandangan dari negerinya, atau bangsanya, atau golongannya.
c.    Ada kesepakatan itu dimulai. Tiap-tiap mereka itu mengeluarkan pendapat terang-terangan tentang suatu peristiwa. Sama saja, apakah dimulai oleh salah seorang dari mereka itu, berupa perkataan dalam berfatwa, atau dengan perbuatan diwaktu mengadili suatu peristiwa.
d.    Menetapkan kesempatan dari semua mujtahid terhadap suatu hukum. Kalau kebanyakan mereka itu sepakat tidak akan mengadakan sidang, dengan kesepakatan secara ijma’, hal ini boleh di jalankan. 
3.    Kedudukan Ijma’ sebagai Hujjah
Jumhur ulama berpendapat, ijma’ merupakan hujjah yang bersifat qathi’(pasti). Artinya, ijma’ merupakan dasar penetapan hukum yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi dan diamalkan. Menurut jumhur ulama, dalil ijma’ sebagai hujjah yang pasti, didasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut.
a.    Al-Qur’an surah An-Nisa’ (4): 115
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
b.    Firman Allah SWT., pada surat Al-Baqarah (2): 143
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu”.
c.    Firman Allah SWT., pada surat Ali Imran (3): 110
“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”.


Advertisment**
free SEO tools for blog and Website, Join For free now !
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

4.    Pembagian Ijma’ dari Segi pembentukannya
Ijma’ sharih ialah adanya kesepakatan pendapat para mujtahid, di mana kesepakatan tersebut dinyatakan dalam bentuk pernyataan lisan atau perbuatan, mengenai hukum dari suatu masalah tertentu.
Ijma’ sukuti adanya sebagian ulama yang menyatakan pendapat mereka mengenai suatu masalah tertentu dan pada waktu tertentu pula, sementara sebagian ulama lainnya, setelah mengetahui pendapat ulama tersebut, mengambil sikap diam dan tidak menyatakan penolakan tersebut.
5.    Ijma’ Ditinjau dari Segi Macam-Macamnya
a.    Ijma’ Ahl al-Madinah (Kesepakatan Masyarakat Madinah)
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik ra.,. Menurutnya, ijma’ ahl al-madinah merupakan hujjah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh kalangan sahabat atau tabi’in yang berada di Madinah.
b.    Ijma’ Ahl Haramain (Kesepakatan Masyarakat Makkah dan Madinah)
Sebagian ulama ushul berpendapat, kesepakatan masyarakat dari kedua wilayah Makkah dan Madinah merupakan hujjah.
c.    Ijma’ Ahl al-Mishrain (Kesepakatan Masyarakat Dua Kota (Basrah dan Kuffah))
Mereka yang berpendapat bahwa ijma’ ini juga merupakan hujjah, megemukakan alasan bahwa kedua kota ini merupakan konsentrasi domisisli para sahabat Rasulullah SAW., sedangkan ijma’ hanya dapat terbentuk khusus pada masa sahabat saja.
d.    Ijma’ asy-Syaikhan/Ijma’ al-Khalifatain (Kesepakatan Dua Khalifah (Abu Bakar dan Umar)
Berdasarkan hadits Nabi:
“Dari Huzaifah ra., bahwa Nabi saw., bersabda: “Turutilah dua orang setelah (wafat)-ku; Abu Bakr dan Umar”.
e.    Ijma’ al-Khulafa’ al-Arba’ah/al-Khulafa’ ar-Rasyidin (Kesepakatan Khalifah yang Empat)
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Hanafiyyah yang bernama al-Qadhi Abi Hazim, dan menurut satu riwayat, juga oleh Ahmad bin Hanbal.
f.    Ijma’ al-‘Itrah (Kesepakatan Ahl al-Bayt/Keluarga Nabi SAW.)
Pendapat ini dikemukakan oleh golongan Syi’ah al-Imamiyyah dan az-Zaidiyyah.
6.    Mustanad (Sandaran) Ijma’
Pertama, jumhur ulama berpendapat, setiap ijma’ harus memiliki mustanad, baik berupa dalil nashsh Al-Qur’an maupun sunnah, ataupun khabar ahad maupun qias.
Kedua, kelompok yang berpendapat, untuk terjadinya ijma’ tidak dipersyaratkan adanya mustanad.

B.    Qiyas
1.    Definisi
Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran, bandingan). Apabila orang Arab berkata qistu hadza bi dzaka, maka maksudnya, saya ini dengan itu. Adapun secara terminologi, terdapat beberapa definisi qiyas yang dirumuskan ulama; sebagai berikut.
•    Menurut Ibnu as-Subki, qiyas adalah:
“Menyamakan hukum sesuatu dengan hukum sesuatu yang lain karena adanya kesamaan ‘illat hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya”.
•    Menurut al-Amidi, qiyas adalah:
“Keserupaan antara cabang dan asal pada ‘illat hukum asal menurut pandangan mujtahid dari segi kemestiaan terdapatnya hukum (asal) tersebut pada cabang”.
•    Menurut Wahbah az-Zuhaili, qiyas adalah:
“Menghubungkan suatu masalah yang tidak terdapat nashsh syara’ tentang hukumnya dengan sutau masalah yang terdapat nashsh hukumnya, karena adanya persekutuan keduanya dari segi ‘illat hukum”.
2.    Unsur-Unsur Qiyas
a.    Al-Ashl (Dasar; Pokok)
Yaitu sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya berdasarkan nashsh, baik nashsh tersebut berupa Al-Qur’an maupun sunnah.
Syarat-syarat:
1.    Al-Ashl tidak mansukh
2.    Hukum syara’
3.    Bukan hukum yang dikecualikan
b.    Al-Far’u (Cabang)
Masalah yang hendak diqiyas-kan yang tidak ada ketentuan nashsh yang menetapkan hukumnya.
Syarat-syarat:
1.    Sebelum diqiyas-kan tidak pernah ada nashsh lain yang mennetukan hukumnya.
2.    Adanya kesamaan antara ‘illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat dalam al-far’u.
3.    Tidak terdapat dalil qathi’ yang kandungannya berlawanan dengan al-far’u.
4.    Hukum pada al-ashl bersifat sama dengan hukum pada al-far’u.
c.    Hukum Ashl
Hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan hukumnya itu ditetapkan oleh nashsh tertentu, baik Al-Qur’an atau sunnah.
Syarat-syarat:
1.    Hukum ashal itu adalah hukum syara’, karena tujuannyadari qias syar’i adalah untuk mengetahui hukum syara’ pada furu’, baik dalam bentuk itsbat (adanya hukum) atau dalam bentuk nafi (tidak adanya hukum).
2.    Ditetapkan dengan nash, bukan dengan qias. Karena berarti hukum ashal itu pun pada mulanya merupakan furu’ dari qias yang lain (pertama kali).
3.    Hukum yang tetap berlaku; bukan hukum yang telah dinasakhkan, sehingga masih mungkin dengan hukum ashal itu membangun (menetapkan) hukum.
4.    Hukum ashal tidak menyimpang dari ketentuan qias, karena bila menyimpang dari ketentuan qias, maka tidak mungkin mengqiaskan sesuatu kepada hukum ashal itu, sebab dalam hukum ashal seperti itu tidak ada daya rentang.
5.    Hukum ashal harus disepakati oleh ulama;
6.    Dalil yang menetapkan hukum ashal, secara langsung tidak menjangkau kepada furu’.
d.    ‘Illat
Suatu sifat yang menjadi dasar hukum pada ashal. Sifat ini pula yang harus ada pada far’un.  Karena adanya ‘illah itulah yang menentukan adanya qias atau yang mennetukan suatu hukum untuk dapat direntangkan kepada yang lain.
•    Bentuk-bentuk ‘illat
1.    Sifat haqiqi, dicapai oleh akal tanpa tergantung kepada ‘urf (kebiasaan).
2.    Sifat hissi, diamati dengan alat indera.
3.    Sifat ‘urfi, tidak dapat diukur tapi dapat dirasakan bersama.
4.    Sifat lughawi, dapat diketahui dari penamaannya dalam artian bahasa.
5.    Sifat syar’i, keadaannya sebagai hukum syar’i dijadikan alasan untuk menetapkan suatu hukum.
6.    Murakkah, bergabungnya beberapa sifat yang menjadi alasan adanya suatu hukum.
•    Fungsi ‘illat
1.    Penyebab/penentap adanya hukum, baik dengan nama mu’arrif, mu’assir atau ba’its.
2.    Penolak, yang keberadaannya menghalangi hukum yang akan terjadi, tetapi tidak mencabut hukum itu seandainya ‘illah tersebut terdapat pada saat hukum tengah berlaku.
3.    Pencabut, mencabut kelangsungan suatu hukum bila ‘illah itu terjadi dalam masa tersebut, tetapi ‘illah tidak menolak terjadinya suatu hukum.
4.    Penolak dan pencabut, dalam hubungannya dengan hukum dapat mencegah terjadinya suatu hukum dan sekaligus dapat mencabutnya bila hukum itu telah berlangsung.

•    Syarat-syarat ‘illat
1.    Harus mengandung hikmah yang mendorong pelaksanaan suatu hukum, dan dapat dijadikan sebagai kaitan hukum.
2.    Suatu sifat yang jelas dan dapat disaksikan.
3.    Harus dalam bentuk sifat yang terukur, keadaannya jelas dan terbatas, sehingga tidak bercampur dengan yang lainnya.
4.    Harus ada hubungan kesesuaian dan kelayakan antara hukum dengan sifat yang akan menjadi ‘illat.
5.    Harus mempunyai daya rentang
6.    Tidak ada dalil yang menyatakan bahwa sifat itu tidak dipandang untuk menjadi ‘illat.
•    Masalik al-‘Illat
1.    Nash
a.    Nash sharih, lafaz-lafaz dalam nash yang secara jelas memberi petunjuk mengenai ‘illat dan tidak ada kemungkinan selain dari itu
b.    Nash zhahir, lafaz-lafaz yang secara lahir memang digunakan untuk menunjukkan ‘illah tetapi dapat pula berarti bukan untuk ‘illat. Dibagi menjadi 7:
2.    Ijma’, berarti ijma’ itu menjelaskan ‘illah dalam hukum yang disebutkan pada suatu nash.
3.    Al-Ima’wa al-Tanbih, penyertaan sifat dalam hukum. Bentuk-bentuknya:
a.    Penetapan hukum oleh syar’i sesudah mendengar sesuatu sifat.
b.    Penyebutan sifat oleh syari’ dalam hukum memberi petunjuk bahwa sifat yang disebutkan bersama hukum itu adalah ‘illat untuk hukum tersebut.
c.    Pembedaan antara dua hukum disebabkan adanya sifat atau syarat atau ma’ani’ atau pengecualian; baik kedua hukum yang dibedakan itu disebutkan secara jelas atau hanya salah satunya yang disebutkan secara jelas, sedangkan yang satunya lagi dapat dipahami adanya.
d.    Mengiringkan hukum dengan sifat memberi petunjuk bahwa sifat yang mengiringi hukum itu adalah ‘illat untuk hukum yang diiringinya itu.
4.    Sahru wa Taqsim, secara harfiyah berarti memperhitungkan dan menyingkirkan. Adalah meneliti kemungkinan sifat yang terdapat dalah ashal, kemudian meneliti dan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak pantas menjadi ‘illat; maka sifat yang tertinggal itulah yang menjadi ‘illat untuk hukum ashal tersebut.
5.    Takhrijul Manath, usaha menyatakan ‘illat dengan cara mengemukakan adanya keserasian sifat dan hukum yang beriringan serta terhindar dari sesuatu yang mencacatkan.
6.    Tanqihul Manath, menetapkan satu sifat di antara beberapa sifat yang terdapat di dalam ashal untuk menjadi ‘illat hukum setelah meneliti kepantasannya dan menyingkirkan yang lainnya.
7.    Thard, penyertaan hukum dengan sifat tanpa adanya titik keserasian yang berarti.
8.    Syabah, sifat yang memiliki kesamaan. Terdiri dari 2 bentuk:
a.    Qiyas yang kesamaan antara hukum dan sifat sangat dominan; yaitu  menghubungkan furu’ yang mempunyai kesamaan dengan dua ashal, namun kesamaan dengan salah satu diantaranya lebih dominan dibandingkan dengan yang satu lagi.
b.    Qiyas shuri, mengqiyaskan sesuatu hanya karena kesamaan bentuknya.
9.    Dawran, sirkular. Adanya hukum sewaktu bertemu sifat dan tidak terdapat hukum sewaktu tidak ditemukan sifat. Hal ini memberi petunjuk bahwa sifat yang selalu mengikuti hukum itu adalah ‘illahnya.
10.    Ilghau al-Fariq, adanya titik perbedaan yang dapat dihilangkan sehingga terlihat kesamaannya
•    Pembagian Qiyas
1.    Dari segi kekuatan ‘illah yang terdapat pada furu’, dibandingkan pada ‘illah yang terdapat pada ashal.
a.    Qiyas awlawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan ‘illah pada furu’.
b.    Qiyas Musawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ sama keadaannya dengan berlakunya hukum ashal karena kekuatan ‘illahnya sama.
c.    Qiyas Adwan, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas tersebut memnuhi persyaratan.
2.    Dari segi kejelasan ‘illatnya
a.    Qiyas Jali, yang ‘illatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal; atau tidak ditetapkan ‘illat itu dalam nash, namun titik perbedaan antara ashal dengan furu’ dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya.
b.    Qiyas Khafi, qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan dalam nash. Maksudnya, diistinbatkan dari hukum ashal yang memungkinkan kedudukan’illatnya bersifat dzanni.

3.    Dari segi keserasian ‘illatnya dengan hukum
a.    Qiyas Muatssir, qiyas yang ‘illat penghubung antara ashal dan furu’ ditetapkan dengan nash yang sharih atau ijma’. Dan qiyas yang ‘ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghubungkan ashal dengan furu’ itu berpengaruh terhadap ‘ain hukum.
b.    Qiyas Mulaim, qiyas yang ‘illat hukum ashal dalam hubungannya dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.
4.    Dari segi dijelaskan atau tidaknya ‘illat pada qiyas itu
a.    Qiyas Ma’na dalam makna ashal, qiyas yang meskipun ‘illatnya tidak dijelaskan dalam qiyas namun 
antara ashal dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ itu seolah-olah ashal itu sendiri.
b.    Qiyas ‘Illat, yang ‘illahtya dijelaskan dan ‘illat tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukum ashal.
c.    Qiyas Dilalah, yang ‘illatnya bukan pendorong bagi penetapan hukum itu sendiri; namun ia merupakan keharusan (kelaziman) bagi ‘illat yang memberi petunjuk akan adanya ‘illat.
5.    Dari segi metoda (masalik) yang digunakan dalam ashal dan dalam furu’.
a.    Qiyas Ikhalah, yang ‘illat hukumnya ditetapkan melalui metoda munasabah dan ikhlah.
b.    Qiyas Shabah, yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode syabah.
c.    Qiyas Sabru, yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metoda sabru wa taqsim.
d.    Qiyas Thard, yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metoda thard.



Advertisment**
free SEO tools for blog and Website, Join For free now !LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Drs. H.A. DJAZULI, Dr. I. NUROL AEN, M.A.2000. USHUL FIQH. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rahman, Dahlan, Abdul, Dr.H, MA. 2010. USHUL FIQH CETAKAN I.
Jakarta: Amzah.
Syarifuddin, Amir, Prof, Dr, H. 1997. USHUL FIQH JILID 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Team Muayawarah Guru Bina PAI Madrasah Aliyah. 2008. MODUL PEMBELAJARAN FIQIH. Sragen: Akik Pustaka.
Wahab Abdul, Khalaf, Syekh. 2005. ILMU USHUL FIKIH. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
   

Pengertian Amar, Nahi, Al 'Am dan Al-Khas


Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

A.    AMAR

1.    Pengertian Amar (Al-Amr)

 Al-amr adalah suatu lafazh yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya untuk meminta bawahannya mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.
Dalam hal ini, tidak diharuskan bahwa orang yang menyuruh lebih tinggi derajatnya dari orang yang disuruh, walaupun perintah tersebut tidak akan ditaati oleh yang disuruh itu, karena derajatnya.
Sebagian ulama mensyaratkan bahea orang yang menyuruh harus lebih tinggi derajatnya dari pada orang yang disuruh.

2.    Bentuk-bentuk (Sighat) Lafzh Al-amr
Diantara bentuk-bentuk lafzh al-amr  adalah sebagai berikut:
a.    Fi’l Amr (Perintah langsung)
Misalnya, firman Allah:
yang artinya:
“Dirikanlah shalat.” (QS. Al-Baqarah:43)
b.    Fi’l Mudhari’ yang didahului oleh lam amar
Misalnya, firman Allah yang artinya
“…..dan hendaklah melakukan thawaf sekeliling rumah tua itu (Baitullah).” 
(QS. Al-hajj:29)

c.    Dan bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradha, kutiba, dan sebagainya.
Bentuk Al-Amr kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dan digunakan untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahui dari susunan kalimatnya.
Imam Ar-Razi berkata didalam kitabnya Al-Mahsul, bahwa ahli ushul telah sepakat menetapkan bahwa bentuk If’al (fi’il amar) dipergunakan dalam 15 macam makna sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya, diantaranya :
1)    Ijab (Wajib)
2)    Nadab (Anjuran)
3)    Takdib (Adab)
4)    Irsyad (Menunjuki)
5)    Ibahah (Kebolehan)
6)    Tahdid (Ancaman)
7)    Inzhar (Peringatan)
8)    Ikram (Memuliakan)
9)    Taskhir (Penghinaan)
10)    Ta’jiz (Melemahkan)
11)    Taswiyah (Mempersamakan)
12)    Tamanni (Angan-angan)
13)    Do’a (Berdo’a)
14)    Ihanah (Meremehkan)
15)    Imtinan

3.    Tuntutan Al-Amr
1.    Menunjukkan wajib
2.    Menunjukkan anjuran

B.    NAHI
1.    Pengertian Nahi
Menurut bahasa a¬l¬¬-nahi berarti larangan, sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih ialah: sesuatu tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah.
Adapun maksud nahi yang sebenarnya adalah menunjukan haram. Kita mengetahuibahwa nahi itu menunjukan hukum haram, berdasarkan firman Allah yang artinya :

“dan barang siapa yang membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya akan dimasukkan kedalam neraka dengan kekal dan baginya siksaan yang pedih.” 
(QS. An-Nisa’:13)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang melanggar batas Allah (termasuk larangan-Nya) dia akan disiksa, padahal ketentuan haram itu adalah sesuatu yang apabila ditinggalkan akan disiksa. Oleh karena itu, An-Nahyu menunjukan haram, karena ada hubungannya dengan siksaan.
Kecuali apabila ada qarinah yang mempengaruhinya maka nahi tertsebut tidak lagi menunjukan hokum haram, tetapi menunjukkan hokum makruh, mubah, dan sebagainya, sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya itu.

2.    Bentuk-bentuk (Sighat) Lafzh Al-Nahi
Kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak. Jika kalimat itu mempunyai qarinah, tidak menunjukkan hakikat larangan, seperti firman Allah yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu kerjakan shalat dalam keadaan mabuk.”
(QS.an-Nisa’:43)

Sighat Nahi mengandung beberapa  pengertian, antara lain sebagai berikut:
a.    Untuk Do’a
-
Artinya:
“Hai Tuhan kami, janganlah engkau hokum kami, bila kami lupa atau salah.”
b.    Untuk Pelajaran
-
Artinya:
“janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.”
c.    Putus asa
-
Artinya:
“Janganlah kamu cari-cari alas an hari ini.”
d.    Untuk menyenangkan (menghibur)
-
Artinya:
“Jangan kamu gentar bahwa sesungguhnya Allah bersama kita.” 
e.    Untuk menghardik, seperti perkataan majikan kepada budaknya:

“Jangan engkau lakukan perbuatan ini.”

Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

Adapun Nahi itu sendiri terbagi dalam:
a.    Nahi yang menunjukkan perbuatan itu sendiri sebagaimana contoh diatas yang menyebabkan perbuatan 
yang dilarang itu hukumnya fasid (rusak).
b.    Nahi yang menunjukkan Juz’I dari perbuatan (bagian dari perbuatan). Misalnya, larangan jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan ibunya.
c.    Nahi yang menunjukkan sifat perbuatan yang tak dapat dipisahkan, misalnya larangan berpuasa pada hari raya, karena hikmah dari hari raya itu ialah agar tiap orang dapat menikmati kegembiraan makan minum di hari tersebut.
d.    Nahi yang menunjukkan hal-hal diluar perbuatan yang tidak mesti berhubungan dengan perbuatan itu. Misalnya, larangan dalam jual beli sewaktu shalat Jum’at yang akibatnya akan meninggalkan shalat Jum’at
3.    Tuntutan Nahi

a.     Perintah sesudah larangan
b.    Suruhan tidak menghendaki berulang kali dikerjakan
c.    Suruhan tidak menghendaki segera dikerjakan
d.    Suruhan tidak menghendaki segera dikerjakan

C.    AL_’AM
1.    Pengertian Al-‘Am
Al-‘Am menurut bahasa, artinya merata atau yang umum. Sedangkan menurut istilah Al-‘Am adalah suatu lafazh yang sengaja dikhendaki oleh bahasa untuk menunjukkan satu makna yang benar yang dapat mencangkup seluruh satuan-satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
2.    Shighat-shighat Al-‘Am
a.    Lafal kulum, jami’un, kaffah, ma’sya (artinya seluruhnya). Masing-masing tersebut meliputi segala yang menjadi mudhaf  ilaihi dari lafal-lafal itu misalnya:
1)    Kullun
2)    Jami’un
3)    Ma’syar
4)    Kaffah

b.    Isim istifham, misalnya:
1)    Man (siapa)
2)    Ma (apa)
3)    Ayyun (siapakah)
4)    Mata  (kapan)
c.    Isim Syarat, misalnya:
1)    Man (barang siapa)
2)    Ma (apa saja)
3)    Ayyun (mana saja)
4)    Ayyuma (siapa saja)
d.    Isim Mufrad yang makrifat dengan alif lam (al) atau idhafah:
1)    Makrifat dengan alif lam (al)
-
Artinya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah:275)
2)    Makrifat dengan idhafah
-
Artinya:
“Kalau kamu menghitung-hitung nikmat Allahtentu kamu tidak dapat menghitungnya.”
e.    Jama’ yang ditakrifkan (makrifat) dengan alif lam atau dengan idhafah:
1)    makrifat dengan alif lam (al)
-
Artinya:
“sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
(QS. Al-Maidah:42)
2)    makrifat dengan idhafah
-
Artinya:
“terlarang bagimu (mengawini) ibu-ibumu.” (Qs. An-Nisa’:3)
f.    Isim Nakirah yang terletak sesudah Nafi
g.    Isim mausul (alladzi, alladziina, allatii, maa, dan sebagainya)

Lafal ‘Am dapat dibagi menjadi tiga macam:
1)    Lafal umum yang tidak mungkin ditakhsiskan.
2)    Lafal umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya.
3)    Lafal umum yang khusus seperti lafal umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukkan ditakhsis.

3.    Pembagian ‘Am
A.    Umum Syumuli
Yaitu semua lafal yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh pribadi.
B.    Umum Badaliy
Yaitu suatu lafal yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku untuk sebagian afrad (pribadi).

C.    AL-KHAS
1.    Pengertian Al-Khas
Al-khas adalah lafazh yang diciptakan untuk untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan yang terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafazh-lafazh lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak mencakup semua satuan-satuan itu.
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan khas, antara lain takhsis dan mukhassis. Takhsis ialah mengeluarkan sebagian lafazh yang berbada dalam lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan. Sedangkan Mukhassis ialah suatu dalil (alasan) yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafazh tersebut.

Mukhassis ada 2 (dua) macam, yaitu mukhassis muttasil dan mukhassis munfasil.
a.    Mukhassis Muttasil
Yaitu lafazh yang tidak berdiri sendiri, yakni maknanya bersangkutan dengan lafazh sebelumnya.
b.    Mukhassis Munfasil
Yaitu lafazh yang berdiri sendiri, terpisah dari dalil yang memberikan pengertian umum.
Yang termasuk mukhassis munfasil ialah:
a.    Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
b.    Hadis ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
c.    Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh Hadis
d.    Hadis ditakhsis oleh Hadis

2.    Sifat-Sifat Lafazh Al-Khas
Lafazh Al-Khas itu, dalam nash-nash syara’, kadang-kadang datang secara muthlaq, tanpa diikuti oleh suatu syarat apa pun, kadang-kadang muqayyad, yakni dibatasi dengan suatu syarat, kadang-kadang datang dengan shighat (bentuk) al-amar, yakni tuntutan untuk dilakukan suatu perbuatan, dan kadang-kadang dengan shighat al-nahy,yakni melarang mengerjakan suatu perbuatan. Dengan demikian pembahasan tentang Khas ini mencakup lafazh al-mutlaq, al-muqayyad, al-amar, dan al-nahy.

Wednesday, July 20, 2016

Filosofi dan Hakekat Bimbingan Konsling


A.    Bimbingan dan Konseling

1.    Pengertian bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah “guidance” dan “counseling” dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah “guidance” berasal dari akar kata “guide” yang berarti : mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage), dan menyetir (to steer) .

Adapun definisi bimbingan yang telah mengarah kepada pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah sebagaimana dikemukakan oleh Miller yang di kutip oleh I Djumhur dan Moh. Surya sebagai berikut: “bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang di butuhkan untuk melakukan penyesuaian diri yang secara maksimal kepada sekolah, keluarga serta masyarakat .

2.    Pengertian konseling

Sedangkan ”counseling” menurut Shertzer dan Stone dalam Fundamentals of  Guidance (1981) (Yusuf, 2009). Konseling adalah proses interaksi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya sehingga pada akhirnya konseli mampu membuat keputusan dan/atau menentukan tujuan dan memilih nilai untuk perilakunya di masa depan .

Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

B.    Filosofi Bimbingan dan Konseling

Filosofis” , berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kataphilein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinyakebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran, jadi filosofis berarti kecintaanterhadap kebijaksanaan Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatupengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatuuntuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan.
Sikun Pribadi mengartikan filsafat sebagai suatu “usaha manusia untukmemperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apamakna hidup manusia di alam semesta ini”. Dapat diartikan juga sebagaiperenungan atau pemikiran tentang kebenaran, keadilan, kebaikan,religi, serta sosial-budaya.
Berarti landasan filosofis bimbingan dan konseling adalah asumsi filosofisyang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek bimbingan dankonseling.

John J. Pietrofesa et.al. (1980) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan itu sebagai berikut:

1.    Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu (klien) dan 
atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.

2.    Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Arti-nya bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.

3.    Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau pelayanan.

4.    Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan dilaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.

5.    Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya.

6.    Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi, personalisasi, dan sosialisasi.

3.    Hakikat Manusia

Hakikat Manusia Dalam Landasan Filosofis Bimbingan KonselingLandasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan danpemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dankonseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha.

VictorFrankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson &Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telahmendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

a.    Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untukmeningkatkan perkembangan dirinya.

b.    Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusahmemanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

c.    Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendirikhususnya melalui pendidikan.

d.    Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upayauntuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrolkeburukan.

e.    Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.

f.    Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujudmelalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri .

C.    Hakikat Bimbingan dan Konseling

1.    Asas Bimbingan dan Konseling

Menurut Prayitno ada beberapa macam asas bimbingan dan konseling seperti asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan,  asas kegiatan, asa kemandirian, asas kekinian, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, asas Tut Wuri Handayani .

2.    Tujuan Bimbingan Konseling

Dalam hal tertentu, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi akan terdapat prioritas dalam sasaran bimbingan dan konseling tersebut.
Tujuan pelayanan bimbingan bagi sekolah adalah:

1.    Menyusun dan menyesuaikan datatentang semua murid.

2.    Sebagai penengah antara sekolah dan masyarakat.

3.    Mengadakan penelitian tentang murid dan latar belakangnya.

4.    Menyelenggarakan program testing, baik untuk keperluan seleksi maupun penempatan.

5.    Membantu menyelenggarakan penataan bagi guru dan personal lainnya, yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan.

6.    Melanjutkan penelitian terhadap siswa yang telah meninggalkan sekolah

Tujuan pelayanan bimbingan bagi murid:

1.    Membantu para murid sehinggan mencapai penghargaan pada diri sendiri secara realistis.

2.    Mendorong para murid membuat dan enentukan pilihan secara baik terhadap program yang diikuti di sekolah, sesuai dengan kemampuan mereka, yang semuanya kelak akan menentukan murid-murid pada peluang pemilihan secara luas setelah mereka tamat sekolah menengah.

3.    Membantu para murid dalam penyesuaian diri mereka sekaitan dengan tautan-tautan sekolah, sosial dan pribadi mereka dalam sekolah.

4.    Mendorong para murid agar setelah tamat sekolah menegah mereka mengikuti latihan-latihan tertentu.

5.    Membantu para murid dalam hal penempatan .

D.    Bimbingan dan Konseling Pada Jenjang Sekolah

Bimbingan dan konseling dalam satuan jalur pendidikan formal penting, mengingat bahwa perkembangan peserta didik pada masing-masing jenjang pendidikan akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, misalnya perkembangan di PAUD/TK/RA akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, dimana perkembangan di SD/MI-SMP/MTs-SMA/MA/SMK, dan PT sangat ditentukan oleh bagaimana keberhasilan anak melampaui masa sekolahnya di PAUD/TK/RA.dan seterusnya.

1.    Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

a.    Urgensinya

Bimbingan  merupakan  suatu bentuk  bantuan yang diberikan  kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization). Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD  jika dikaji  secara mendalam, Setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelakangi perlunya bimbingan, yakni tinjauan secara umum (aspek pedagogis), sosiokultural, dan aspek psikologis.

1)    Latar Belakang Pedagogis.   

a)    bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal bagi  setiap anak didik. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

b)    Secara umum, perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan  nasional, yaitu  meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

2)    Latar Belakang Sosiokultural.
    Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dan sebagainya. Akibatnya ialah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu, misalnya, pengangguran, syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pendidikan, masalah hubungan sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dan sebagainya

3)    Latar Latar belakang psikologis

a)    Masalah perkembangan individu; Proses perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam yaitu pembawaan dan kematangan, dan faktor luar, yaitu  pendidikan dan  lingkungan.

b)    Masalah perbedaan individual.    
            Timbulnya perbedaan individu ini dapat kita kembalikan kepada faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu.

c)    Masalah kebutuhan  individu;
Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.

d)    Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku.
        Proses penyesuaian diri ini banyak sekali menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri individu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut “adjusted” atau penyesuaian yang baik   

e)    Masalah belajar.
        Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan perkembangan dengan melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh perubahan tingkah laku untuk memperoleh pola pola respons yang baru yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien. Beberapa masalah belajar, misalnya bagamana menciptakan kondisi yang baik agar perbuatan belajar berhasil.

b.    Masalah-masalah bimbingan konseling di SD Jenis-jenis masalah yang dialami murid sekolah dasar bisa bermacam-macam. Prayitno,(1997) menyusun serangkaian masalah murid di sekolah dasar. Masalah itu diklarifikasikan atas:

1)    Masalah perkembangan jasmani dan kesehatan.

2)    Masalah keluarga 

3)    Masalah-masalah psikologis.

4)    Masalah-masalah social.

5)    Masalah kesulitan dalam belajar.

6)    Masalah motivasi dan pendidikan pada umumnya.

c.    Model-Model Pendekatan BK pada SD

    Myrick yang diperjelas kembali oleh Sunaryo Kartadinata (1992) mengemukakan empat pendekatan dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam bimbingan, yaitu :

1)    Pendekatan krisis, dalam pendekatan krisis pembimbing menunggu munculnya  suatu krisis dan dia bertindak membantu seseorang yang menghadapi krisis itu.

2)    Pendekatan Remedial, di dalam pendekatan remedial guru akan memfokuskan bantuannya kepada upaya menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan yang nampak.

3)    Pendekatan Preventif, mencoba mengantisipasi masalah-masalah generik dan   mencegah terjadinya masalah itu.

4)    Pendekatan Perkembangan, pembimbing yang menggunakan pendekatan ini beranjak dari pemahaman tentang keterampilan dan pengalaman khusus yang dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan di dalam kehidupan.

Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

2.    Bimbingan dan Konseling  di SMP

a.    Urgensinya

1)    Pendidikan menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan bahwa pendidikan menengah bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial.

2)    Kebutuhan siswa selama rentang umur 12-15 tahun
Kebutuhan utama pada masa ini adalah kebutuhan psikologis, seperti mendapat kasih sayang, menerima pengakuan terhadap dorongan untuk semakin mandiri, memperoleh prestasi di berbagai bidang yang dihargai oleh teman sebaya, merasa aman dengan perubahan dengan kelas mainnya. Tantangan pokok pada masa ini adalah menghadapi diri sendiri bila sudah mulai memasuki fase pueral (masa pubertas), yaitu mengalami segala gejala kematangan seksual yang biasanya sering disertai dengan aneka gejala sekunder seperti berkurangnya semangat untuk bekerja keras, kegelisahan (galau), kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa.

b.    Masalah-masalah Bimbingan dan konsling  di SMP

1)    Masalah yang dihadapi dalam belajar

a)    Faktor keluarga

b)    Faktor lingkungan

c)    Lingkungan pergaulan remaja

2)    Perkembangan  fisik dan  psikis remaja
Perkembangan fisik, Pertumbuhan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisik dan merupakan gejala primer dalam pertumbuahn remaja. Berkaitan dengan perkembangan fisik anak remaja, yang terpenting adalah aspek seksualitas. Aspek seksualitas dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a)    Perubahan Seks Primer. Yang dimaksud dengan perubahan seks primer adalah perubahan fisik yang berhubungan langsung dengan alat-alat (organ) reproduksi. Dalam perkembangannya remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis yaitu pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ seksualitas ini memungkinkan remaja pria mengalami pulosio (mimpi basah), keluar sperma. Sementara pada remaja putri terjadi pertumbuhan pesat pada ovarium (kandung telur) yang memproduksi sel telur (ovum) dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadi siklus “menarche”(menstruasi pertama)

b)    Perkembangan Seks Sekunder, Perubahan seks sekunder adalah perubahan tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan alat reproduksi. Karakteristik seks sekunder pada remaja pria adalah perubahan bentuk tubuh yang lebih jantan seperti bertambah lebarnya bagian bahu. Suara lebih besar, tumbuh rambut pada daerah kelamin, kaki, ketiak, kumis dan jenggot. Karakteristik perubahan fisik seks sekunder remaja putri berupa bertambahnya jaringan ikat dibawah kulit yang berupa lemak terutama pada dada, pantat, paha dan lengan atas. hal ini akan membentuk tubuh remaja putri menjadi lebih wanita (feminim).


c.    Model-Model Pendekatan  Bimbingan Konseling di SMP

1)    Pendekatan krisis,yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang didasarkan adanya krisis yang dialami oleh konseli. Tujuannya untuk membantu peserta didik dalam mengatasi krisis atau masalah yang dihadapi / dialami oleh konseli.

2)    Pendekatan remedialyaitu membantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki peserta didik dan berupaya pemberian remidi terhadap kelemahan-kelemahan tersebut, Tujuannya untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam bidang tertentu agar terhindar dari krisis

3)    Pendekatan preventif, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada pencegahan terjadinya masalah-masalah yang mungkin dialami oleh konseli. Tujuannya mengantisipasi/mencegah masalah-masalah umum yang mungkin dialami peserta didik dan mencoba mencegah masalah tersebut agar jangan sampai terjadi

4)    Pendekatan perkembangan, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada identifikasi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan pengalaman yang diperlukan konseli agar berhasil dalam kehidupan akademik, pribadi – social dan karirnya. Tujuannya adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan/ potensi yang dimiliki dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang diperlukan dalam kehidupanya.

3.    Bimbingan dan Konseling di SMA

a.    Urgensinya
Tujuan pendidikan menengah atas acap kali dibiaskan oleh pandangan umum demi mutu keberhasilan akademis seperti persentase kelulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum / SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan / SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Ini di buktikan dengan kenyataan banyak adanya tindakan di kalangan pelajar dengan adanaya tawuran antar pelajar, dan tindakan yang tergolong kriminal lain. Dengan demikian tugas konselor lembaga bimbingan konseling peran yang sebenarnya dan paling potensial menggarap, pemeliharaan kepribadian dan pengasahan nilai-nilai kehidupan siswa tsb.

b.    Model-Model Pendekatan BK di SMA

1)    Pendekatan krisis,yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang didasarkan adanya krisis yang dialami oleh konseli. Tujuannya untuk membantu peserta didik dalam mengatasi krisis atau masalah yang dihadapi / dialami oleh konseling.

2)    Pendekatan remedialyaitu membantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki peserta didik dan berupaya pemberian remidi terhadap kelemahan-kelemahan tersebut, Tujuannya untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam bidang tertentu agar terhindar dari krisis.

3)    Pendekatan preventif, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada pencegahan terjadinya masalah-masalah yang mungkin dialami oleh konseli. Tujuannya mengantisipasi/mencegah masalah-masalah umum yang mungkin dialami peserta didik dan mencoba mencegah masalah tersebut agar jangan sampai terjadi.

4)    Pendekatan perkembangan, yaitu pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada identifikasi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan pengalaman yang diperlukan konseli agar berhasil dalam kehidupan akademik, pribadi social dan karirnya.

c.    Masalah-masalah BK di SMA

Adapun masalah masalah yang ada pada masa ini antara lain sbb:

1)    Permasalahan dalam belajar

     a)    Kemampuan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.

     b)    Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar yang amat tinggi itu.

     c)    Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus.

     d)    Kurang motivasi dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar mereka seolah-olah tampak jera dan malas..

2)    Permaslahan phisik dan phiskis

      a)    Permasalahan yang sedang dihadapinya, sesuai perkembangan usianya sebagai remaja yang sedang berada dalam masa pancaroba yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

     b)    Mereka banyak mengalami konflik karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan  psikhis meliputi Perkembangan Intelegensia, Perkembangan Emosi, Perkembangan Moral, sosial dan kepribadian.