Thursday, July 21, 2016

Pengertian Amar, Nahi, Al 'Am dan Al-Khas


Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

A.    AMAR

1.    Pengertian Amar (Al-Amr)

 Al-amr adalah suatu lafazh yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya untuk meminta bawahannya mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.
Dalam hal ini, tidak diharuskan bahwa orang yang menyuruh lebih tinggi derajatnya dari orang yang disuruh, walaupun perintah tersebut tidak akan ditaati oleh yang disuruh itu, karena derajatnya.
Sebagian ulama mensyaratkan bahea orang yang menyuruh harus lebih tinggi derajatnya dari pada orang yang disuruh.

2.    Bentuk-bentuk (Sighat) Lafzh Al-amr
Diantara bentuk-bentuk lafzh al-amr  adalah sebagai berikut:
a.    Fi’l Amr (Perintah langsung)
Misalnya, firman Allah:
yang artinya:
“Dirikanlah shalat.” (QS. Al-Baqarah:43)
b.    Fi’l Mudhari’ yang didahului oleh lam amar
Misalnya, firman Allah yang artinya
“…..dan hendaklah melakukan thawaf sekeliling rumah tua itu (Baitullah).” 
(QS. Al-hajj:29)

c.    Dan bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradha, kutiba, dan sebagainya.
Bentuk Al-Amr kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dan digunakan untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahui dari susunan kalimatnya.
Imam Ar-Razi berkata didalam kitabnya Al-Mahsul, bahwa ahli ushul telah sepakat menetapkan bahwa bentuk If’al (fi’il amar) dipergunakan dalam 15 macam makna sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya, diantaranya :
1)    Ijab (Wajib)
2)    Nadab (Anjuran)
3)    Takdib (Adab)
4)    Irsyad (Menunjuki)
5)    Ibahah (Kebolehan)
6)    Tahdid (Ancaman)
7)    Inzhar (Peringatan)
8)    Ikram (Memuliakan)
9)    Taskhir (Penghinaan)
10)    Ta’jiz (Melemahkan)
11)    Taswiyah (Mempersamakan)
12)    Tamanni (Angan-angan)
13)    Do’a (Berdo’a)
14)    Ihanah (Meremehkan)
15)    Imtinan

3.    Tuntutan Al-Amr
1.    Menunjukkan wajib
2.    Menunjukkan anjuran

B.    NAHI
1.    Pengertian Nahi
Menurut bahasa a¬l¬¬-nahi berarti larangan, sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih ialah: sesuatu tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah.
Adapun maksud nahi yang sebenarnya adalah menunjukan haram. Kita mengetahuibahwa nahi itu menunjukan hukum haram, berdasarkan firman Allah yang artinya :

“dan barang siapa yang membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya akan dimasukkan kedalam neraka dengan kekal dan baginya siksaan yang pedih.” 
(QS. An-Nisa’:13)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang melanggar batas Allah (termasuk larangan-Nya) dia akan disiksa, padahal ketentuan haram itu adalah sesuatu yang apabila ditinggalkan akan disiksa. Oleh karena itu, An-Nahyu menunjukan haram, karena ada hubungannya dengan siksaan.
Kecuali apabila ada qarinah yang mempengaruhinya maka nahi tertsebut tidak lagi menunjukan hokum haram, tetapi menunjukkan hokum makruh, mubah, dan sebagainya, sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya itu.

2.    Bentuk-bentuk (Sighat) Lafzh Al-Nahi
Kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak. Jika kalimat itu mempunyai qarinah, tidak menunjukkan hakikat larangan, seperti firman Allah yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu kerjakan shalat dalam keadaan mabuk.”
(QS.an-Nisa’:43)

Sighat Nahi mengandung beberapa  pengertian, antara lain sebagai berikut:
a.    Untuk Do’a
-
Artinya:
“Hai Tuhan kami, janganlah engkau hokum kami, bila kami lupa atau salah.”
b.    Untuk Pelajaran
-
Artinya:
“janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.”
c.    Putus asa
-
Artinya:
“Janganlah kamu cari-cari alas an hari ini.”
d.    Untuk menyenangkan (menghibur)
-
Artinya:
“Jangan kamu gentar bahwa sesungguhnya Allah bersama kita.” 
e.    Untuk menghardik, seperti perkataan majikan kepada budaknya:

“Jangan engkau lakukan perbuatan ini.”

Advertisment**
Free SEO tools for your Blog and Website!LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

Adapun Nahi itu sendiri terbagi dalam:
a.    Nahi yang menunjukkan perbuatan itu sendiri sebagaimana contoh diatas yang menyebabkan perbuatan 
yang dilarang itu hukumnya fasid (rusak).
b.    Nahi yang menunjukkan Juz’I dari perbuatan (bagian dari perbuatan). Misalnya, larangan jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan ibunya.
c.    Nahi yang menunjukkan sifat perbuatan yang tak dapat dipisahkan, misalnya larangan berpuasa pada hari raya, karena hikmah dari hari raya itu ialah agar tiap orang dapat menikmati kegembiraan makan minum di hari tersebut.
d.    Nahi yang menunjukkan hal-hal diluar perbuatan yang tidak mesti berhubungan dengan perbuatan itu. Misalnya, larangan dalam jual beli sewaktu shalat Jum’at yang akibatnya akan meninggalkan shalat Jum’at
3.    Tuntutan Nahi

a.     Perintah sesudah larangan
b.    Suruhan tidak menghendaki berulang kali dikerjakan
c.    Suruhan tidak menghendaki segera dikerjakan
d.    Suruhan tidak menghendaki segera dikerjakan

C.    AL_’AM
1.    Pengertian Al-‘Am
Al-‘Am menurut bahasa, artinya merata atau yang umum. Sedangkan menurut istilah Al-‘Am adalah suatu lafazh yang sengaja dikhendaki oleh bahasa untuk menunjukkan satu makna yang benar yang dapat mencangkup seluruh satuan-satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
2.    Shighat-shighat Al-‘Am
a.    Lafal kulum, jami’un, kaffah, ma’sya (artinya seluruhnya). Masing-masing tersebut meliputi segala yang menjadi mudhaf  ilaihi dari lafal-lafal itu misalnya:
1)    Kullun
2)    Jami’un
3)    Ma’syar
4)    Kaffah

b.    Isim istifham, misalnya:
1)    Man (siapa)
2)    Ma (apa)
3)    Ayyun (siapakah)
4)    Mata  (kapan)
c.    Isim Syarat, misalnya:
1)    Man (barang siapa)
2)    Ma (apa saja)
3)    Ayyun (mana saja)
4)    Ayyuma (siapa saja)
d.    Isim Mufrad yang makrifat dengan alif lam (al) atau idhafah:
1)    Makrifat dengan alif lam (al)
-
Artinya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah:275)
2)    Makrifat dengan idhafah
-
Artinya:
“Kalau kamu menghitung-hitung nikmat Allahtentu kamu tidak dapat menghitungnya.”
e.    Jama’ yang ditakrifkan (makrifat) dengan alif lam atau dengan idhafah:
1)    makrifat dengan alif lam (al)
-
Artinya:
“sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
(QS. Al-Maidah:42)
2)    makrifat dengan idhafah
-
Artinya:
“terlarang bagimu (mengawini) ibu-ibumu.” (Qs. An-Nisa’:3)
f.    Isim Nakirah yang terletak sesudah Nafi
g.    Isim mausul (alladzi, alladziina, allatii, maa, dan sebagainya)

Lafal ‘Am dapat dibagi menjadi tiga macam:
1)    Lafal umum yang tidak mungkin ditakhsiskan.
2)    Lafal umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya.
3)    Lafal umum yang khusus seperti lafal umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukkan ditakhsis.

3.    Pembagian ‘Am
A.    Umum Syumuli
Yaitu semua lafal yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh pribadi.
B.    Umum Badaliy
Yaitu suatu lafal yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku untuk sebagian afrad (pribadi).

C.    AL-KHAS
1.    Pengertian Al-Khas
Al-khas adalah lafazh yang diciptakan untuk untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan yang terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafazh-lafazh lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak mencakup semua satuan-satuan itu.
Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan khas, antara lain takhsis dan mukhassis. Takhsis ialah mengeluarkan sebagian lafazh yang berbada dalam lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan. Sedangkan Mukhassis ialah suatu dalil (alasan) yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafazh tersebut.

Mukhassis ada 2 (dua) macam, yaitu mukhassis muttasil dan mukhassis munfasil.
a.    Mukhassis Muttasil
Yaitu lafazh yang tidak berdiri sendiri, yakni maknanya bersangkutan dengan lafazh sebelumnya.
b.    Mukhassis Munfasil
Yaitu lafazh yang berdiri sendiri, terpisah dari dalil yang memberikan pengertian umum.
Yang termasuk mukhassis munfasil ialah:
a.    Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
b.    Hadis ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
c.    Ayat Al-Qur’an ditakhsis oleh Hadis
d.    Hadis ditakhsis oleh Hadis

2.    Sifat-Sifat Lafazh Al-Khas
Lafazh Al-Khas itu, dalam nash-nash syara’, kadang-kadang datang secara muthlaq, tanpa diikuti oleh suatu syarat apa pun, kadang-kadang muqayyad, yakni dibatasi dengan suatu syarat, kadang-kadang datang dengan shighat (bentuk) al-amar, yakni tuntutan untuk dilakukan suatu perbuatan, dan kadang-kadang dengan shighat al-nahy,yakni melarang mengerjakan suatu perbuatan. Dengan demikian pembahasan tentang Khas ini mencakup lafazh al-mutlaq, al-muqayyad, al-amar, dan al-nahy.

0 comments:

Post a Comment