Friday, July 22, 2016

Filsafat Barat Abad Pertengahan

 

A.    Sejarah Filsafat Abad Pertengahan

Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan.  Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat di capai oleh kemampuan akal.

B.    Ciri-ciri Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.

Ciri–ciri khas filsafat

1.    Filsafat membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan (iman) dengan rasio
2.    Keberadaan dan keputusan tuhan
3.    Teologi dan metafisika
4.    Persoalan-persoalan epistimologi seperti pengetahuan mengenai yang universal dan individual.

Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.
Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.


Advertisment ***
Cara meningkatkat Traffic your Blogger or Website
LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:

1.    Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran  Yunani     merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.

2.   Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.

C.    Periode-periode Filsafat Abad Pertengahan

1.    Masa Paritristik

Istilah patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Ireaneus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.

2.    Masa Skolastik

Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti skolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan sekolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.

Filsafat skolastik ini dapat tumbuh dan berkembang karena beberapa faktor berikut:

a. Faktor Religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak sampai dapat ketanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehinnga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tergolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.

b. Faktor ilmu pengetahuan

Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambil dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (1401-1464).

Anselmus mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filsafat. Dalam menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.  
Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa rohani gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman.

Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu  Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias pria dan wanita memiliki jiwa yang sama,   hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV.

Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

1)    Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200

Sejak abad kelima hingga ke-8 masehi, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 masehi, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814) dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan imu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberales, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik.

2)    Skolastik puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300

Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini juga disebut sebagai masa berbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya.

a.    Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke 13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.

b.    Tahun 1200 didirikan universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal berdirinya universitas di Paris, Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lain.

c.    Berdirinya ordo-ordo. Ordo- ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orng tehadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebanyakan tokoh-tokohya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote,Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.

3)    Skolastik akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.

Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan).
Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

3.    Masa Peralihan

Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan awal masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.

a. Renaissance

Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol dan selanjutnya hingga menyebar keseluruh Eropa. Diantara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.

b. Humanisme.

Humanisme pada mulanya di pakai sebagai suatu pendirian dikalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta perikemanusiaan. Kemudian, humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Diantara para tokohnya adalah Boccaccio, petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.

c. Reformasi

Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. Revolusi tesebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas
Protestanisme. Para tokohnya antara lain Jean Calvin dan Martin Luther.

D.    Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa Latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astronomi (Al Khawarizmi), kedokteran (Ibnu Sina), karya-karya Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali.

Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b) aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku-buku suci.

Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban Kristen. Peradaban Kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, bangunan bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap gereja. 


Advertisment ***
Situs untuk meningkatkan Traffic Blog atau Website anda, Join Sekarang Gratiss!!

LinkCollider - Free SEO Tools Plus Social Media Sharing

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro Ahmadi. 1994. Filsafat Umum. Semarang: Rajawali Pers.
Zainal Abidin. Pengantar Filasafat Barat. 2006. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surajiyo. Ilmu Filsafat. 2005. Jakarta: Bumi Aksara.

0 comments:

Post a Comment