Thursday, September 29, 2016

Metode Pendidikan Dalam Hadits



METODE PENDIDIKAN DALAM HADITS


A.    Pengantar

       Hadits tidak secara langsung menyebut metode pendidikan, namun banyak Hadits yang bisa dijadikan inspirasi dalam mewujudkan metode yang relevan dalam pendidikan islam.
Selanjutnya akan dipaparkan beberapa inspirasi metode dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
 
B.    Beberapa Hadits Tentang Metode Pendidikan
            Adapun Metode-metode Pendidikan dalam Islam menurut Hadits adalah sebagai berikut :
 
    1.    Metode Ceramah dengan Pengulangan
 
             Banyak yang menganggap metode ceramah adalah metode klasik yang membosankan. Padahal,    secara substantif, tidak ada metode yang lepas dari metode ceramah baik di awal, tengah ataupun dalam klarifikasi akhir dalam sebuah aktivitas pembelajaran.
 
            Metode ceramah (bagaimanapun juga) memiliki kelebihan di samping kekurangannya. Metode ini menuntut keahlian baik kejelasan kalimat ataupun ucapan sehingga pendengar dapat menerima apa yang disampaikan guru dengan merespon, mengkritik ataupun mempertanyakan kembali apa yang dipelajari. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW mencontohkan bahwa dalam menyampaikan sesuatu, diperlukan kalimat yang jelas serta dalam beberapa hal perlu pengulangan (i’aadah) dalam hal-hal tertentu.
 
Dalam sebuah hadits disebutkan bagaimana kejelasan sabda Nabi dalam menyampaikan ajaran islam sebagai berikut:

حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ الْأَسْوَدِ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ

 عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْرُدُ سَرْدَكُمْ هَذَا وَلَكِنَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ بِكَلَامٍ بَيْنَهُ فَصْلٌ يَحْفَظُهُ مَنْ جَلَسَ إِلَيْهِ
 
Artinya:
Humaid bin Mas'ud menceritakan kepada kami, Humaid bin Al Aswad menceritakan kepada kami, dari Usamah bin Zaid, dari Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata, "Tidaklah Rasulullah berbicara dengan tergesa-gesa sebagaimana tergesa-gesanya kalian ini. Akan tetapi, beliau berbicara dengan tutur kata yang jelas, yang dapat dihapal oleh orang yang duduk di hadapannya. Sunan TirmizyHadits No. 3639."
 
Selanjutnya, agar ucapan/apa yang disampaikan bisa mudah dipahami (لِتُعْقَلَ عَنْهُ), perlu ada pengulangan tersebut dapat dipetik dalam hadits nabi di bawah ini:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا أَبُو قُتَيْبَةَ سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ

 وَسَلَّمَ يُعِيدُ الْكَلِمَةَ ثَلَاثًا لِتُعْقَلَ عَنْهُ
 
Artinya:
Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Qutaibah Salm bin Qutaibah menceritakan kepada kami, dar. Abdullah bin Al Mutsanna, dari Tsumamah, dari Anas bin Malik berkata, "Rasulullah SAW selalu mengulangi kalimat sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.(Hadits Sunan Tirmizy No. 3640.)"

2.    Metode Perumpamaan
 
        Metode perumpamaan (amtsaal) banyak dijumpai dalam hadits, hal ini terlihat ketika Nabi mengumpamakan sesuatu hal  dengan yang lain agar mudah dipahami ataupun sebagai penguat apa yang beliausampaikan. 

Dalam Sunan Abu Dawud disebutkan:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ

 الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ 

الْفَاجِرِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مَرٌّ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِنْ لَمْ يُصِبْكَ مِنْهُ شَيْءٌ

 أَصَابَكَ مِنْ رِيحِهِ وَمَثَلُ جَلِيسِ السُّوءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْكِيرِ إِنْ لَمْ يُصِبْكَ مِنْ سَوَادِهِ أَصَابَكَ مِنْ دُخَانِهِ
 
Artinya:
Dari Anas ra, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al Quran laksana buah limau (jeruk), aromanya harum dan rasanya nikmat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Quran bagaikan kurma, rasanya lezat namun tidak demikian dengan aromanya. Dan perumpaan penjahat yang membaca Al Qur'an layaknya raihanah, berbau harum namun rasanya pahit. (Sedangkan) Perumpamaan orang jahat yang tidak membaca Al Qur'an layaknya buah hanzhalah yang tidak beraroma dan rasanya pahit. Dan perumpamaan kawan yang baik layaknya pembawa minyak wangi, bila kamu tidak mendapat sesuatu dari minyak wangi tersebut,   maka terkena aroma harumnya. Dan perumpamaan kawan yang jahat layaknya tukang besi, bila kamu tidak mendapat hitamnya maka paling tidak kamu akan terkena asapnya." Sohih Sunan Tirmizy No. 4829. (Muttafaq 'Alaih)
 
    Selanjutnya, terdapat pula perumpamaan bagi orang yang mengambil kembali apa yang telah diberikannya ibarat orang yang menelan kembali apa yang dimuntahkannya.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِي قَيْئِه
 
Artinya:
Dari Ibnu Abas: Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti orang yang kembali menelan kembali muntahannya. " Sohih Sunan Tirmizy No. 3538. (Muttafaq 'Alaih)
Hal yang sama ditemukan dalam sunan Ibnu Majah sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُعْطِيَ عَطِيَّةً أَوْ يَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعَ فِيهَا إِلَّا الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِي

وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِي يُعْطِي الْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ فَإِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِي قَيْئِهِ

Artinya:
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas: Nabi SAW bersabda, "Tidak boleh (haram) seseorang memberikan pemberian atau memberikan hadiah kemudian ia menarik kembali hadiah pemberian itu, kecuali orang tua yang meminta kembali pemberiannya (yang telah diberikan) kepada anaknya. Perumpamaan orang yang memberikan pemberian kemudian menariknya kembali adalah seperti anjing yang makan, lalu ketika kenyang ia muntah, kemudian muntahan tersebut dimakan kembali olehnya. " (Shahih: Ibnu Majah No. 2377

    Dalam hadits di atas terdapat hal yang menarik yaitu: الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِي قَيْئِه yang maksudnya adalah orang yang kembali pada pemberiannya/menarik kembali pemberiannya laksana menelan muntah. Muntah (al qai’) adalah simbol dari sesuatu yang kotor. Hal ini mengisyaratkan bahwa jika sudah memberi, ikhlaslah dalam pemberian, karena ketidak ikhlasan justeru akan merugikan pemberi itu sendiri.
 
3.    Metode Dialog dan tanya Jawab
 
           Metode dialog dan tanya jawab secara sederhana dapat difahami dengan adanya penanya (السائل) yang di tanya (المسؤل) lalu jawaban (الجواب) serta interkasi baik secara langsung (مواجهه) ataupun dengan alat komunikasi lainnya. Terkadang diiringi dengan evaluasi langsung dalam bentuk qauly sebagai penguatan seperti dalam ungkapan : “anda benar”/ صدقت.
 
Di bawah ini adalah bagaimana dialog serta tanya jawab terjadi yang melibatkan Nabi Muhammad SAW, Jibril dan sahabat.

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ
 الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .   [رواه مسلم]

Artinya:

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah SAW suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah SAW ) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah SAW: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah SAW) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

4.    Metode Nasehat
 
              Metode nasehat ini termasuk metode sederhana, namun sulit diterapkan, sebab, seorang yang meberi nasihat harus orang yang mampu menjadi teladan. Paling tidak, pemberi nasihat tersebut adalah orang yang terpercaya, dalam hadits disebutkan: الْمُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ yaitu tempat meminta nasihat/ide/saran haruslah orang yang terpercaya. Hadits lengkapnya adalah salah satunya sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ
 
Artinya:
Ahmad bin Mani' telah menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Musa menceritakan kepada kami, Syaiban telah menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah. Dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang dimintai pendapat (nasihat) haruslah orang yang dapat dipercaya."( Shahih Sunan Tirmizy No. 2822)
 
5.    Metode Targib wa tarhiib
            Dalam hadits Imam Bukhory disebutkan: permudah dan jangan dipersulit, berikan kabar gembiran dan jangan menakut-nakuti.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
 
Artinya:
Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Abu At-Tayyah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan menakut nakuti.
 
Dalam hadits lain disebutkan:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلَاةَ ابْنَ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرٍ
 
Artinya:
Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Harmalah bin Abdul Aziz bin Ar-Rabi' bin Sabrah Al Juhani memberitahukan kepada kami dari pamannya -Abdul Malik bin Ar-Rabi' bin Sabrah- dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah bersabda, 'Ajarkanlah kepada anak kecil untuk mengerjakan shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun'. " Ia berkata, "Dalam bab ini terdapat hadits Abdullah bin Amr. (Shahih Abu Daud: 247 dan Tirmizy : 407)
 
5. Kisah dan keteladanan
 
          Dalam sebuah hadits terdapat banyak hal yang menunjukkan metode kisah dan keteladanan, di antaranya adalah:

عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ قَالَ طَلَّقْتُ امْرَأَتِي فَأَتَيْتُ الْمَدِينَةَ لِأَبِيعَ عَقَارًا كَانَ لِي بِهَا فَأَشْتَرِيَ بِهِ السِّلَاحَ وَأَغْزُو فَلَقِيتُ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا قَدْ أَرَادَ نَفَرٌ مِنَّا سِتَّةٌ أَنْ يَفْعَلُوا ذَلِكَ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } فَأَتَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ فَسَأَلْتُهُ عَنْ وِتْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَدُلُّكَ عَلَى أَعْلَمِ النَّاسِ بِوِتْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأْتِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَأَتَيْتُهَا فَاسْتَتْبَعْتُ حَكِيمَ بْنَ أَفْلَحَ فَأَبَى فَنَاشَدْتُهُ فَانْطَلَقَ مَعِي فَاسْتَأْذَنَّا عَلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ مَنْ هَذَا قَالَ حَكِيمُ بْنُ أَفْلَحَ قَالَتْ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ سَعْدُ بْنُ هِشَامٍ قَالَتْ هِشَامُ بْنُ عَامِرٍ الَّذِي قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَتْ نِعْمَ الْمَرْءُ كَانَ عَامِرٌ قَالَ قُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ حَدِّثِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَإِنَّ خُلُقَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ قَالَ قُلْتُ حَدِّثِينِي عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ قَالَتْ أَلَسْتَ تَقْرَأُ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قَالَ قُلْتُ بَلَى قَالَتْ فَإِنَّ أَوَّلَ هَذِهِ السُّورَةِ نَزَلَتْ فَقَامَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى انْتَفَخَتْ أَقْدَامُهُمْ وَحُبِسَ خَاتِمَتُهَا فِي السَّمَاءِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا ثُمَّ نَزَلَ آخِرُهَا فَصَارَ قِيَامُ اللَّيْلِ تَطَوُّعًا بَعْدَ فَرِيضَةٍ قَالَ قُلْتُ حَدِّثِينِي عَنْ وِتْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ يُوتِرُ بِثَمَانِ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَةً أُخْرَى لَا يَجْلِسُ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ وَالتَّاسِعَةِ وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي التَّاسِعَةِ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ فَلَمَّا أَسَنَّ وَأَخَذَ اللَّحْمَ أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ لَمْ يَجْلِسْ إِلَّا فِي السَّادِسَةِ وَالسَّابِعَةِ وَلَمْ يُسَلِّمْ إِلَّا فِي السَّابِعَةِ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَتِلْكَ هِيَ تِسْعُ رَكَعَاتٍ يَا بُنَيَّ وَلَمْ يَقُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً يُتِمُّهَا إِلَى الصَّبَاحِ وَلَمْ يَقْرَأْ الْقُرْآنَ فِي لَيْلَةٍ قَطُّ وَلَمْ يَصُمْ شَهْرًا يُتِمُّهُ غَيْرَ رَمَضَانَ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا وَكَانَ إِذَا غَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ مِنْ اللَّيْلِ بِنَوْمٍ صَلَّى مِنْ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ فَأَتَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ فَحَدَّثْتُهُ فَقَالَ هَذَا وَاللَّهِ هُوَ الْحَدِيثُ وَلَوْ كُنْتُ أُكَلِّمُهَا لَأَتَيْتُهَا حَتَّى أُشَافِهَهَا بِهِ مُشَافَهَةً قَالَ قُلْتُ لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ لَا تُكَلِّمُهَا مَا حَدَّثْتُكَ
 
Artinya:
Dari Sa'ad bin Hisyam, dia berkata, "Aku mentalak istriku. Lalu aku pergi ke Madinah untuk menjual perabot rumah milikku untuk aku belikan senjata, lalu aku ikut berperang. Aku bertemu sekelompok sahabat Nabi SAW, mereka berkata, 'Sungguh ada enam orang di antara kami yang bermaksud melakukan hal itu (berperang),' akan tetapi Nabi SAW melarangnya, dan berkata, 'Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.' Aku mendatangi Ibnu Abbas RA, lalu aku bertanya tentang shalat witir Rasulullah SAW, dia berkata, 'Aku akan menunjukkan kepadamu orang yang paling mengetahui shalat witir Rasulullah SAW, datanglah kepada Aisyah!' Lalu aku mendatanginya. Aku minta ditemani oleh Hakim bin Aflah, tapi dia tidak mau. Aku memohon kesediaannya dengan sangat, lalu dia berangkat menemaniku. Ketika kami sampai di kediaman Aisyah, kami minta izin kepadanya, lalu berkata, 'Siapakah ini?' Katanya, 'Hakim bin Aflah.' Kata Aisyah, 'Bersama siapa kamu?' Katanya, 'Sa'ad bin Hisyam.' Kata Aisyah, 'Hisyam bin Amir yang terbunuh pada perang Uhud?' Kata Sa'ad, 'Aku jawab, "Ya."' Kata Aisyah, 'Sebaik-baik orang adalah Amir.' Kata Sa'ad, "Aku berkata, 'Wahai Ummul Mukminin, Sampaikanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah SAW.' Katanya, 'Tidakkah kamu membaca Al Qur'an? Sesungguhnya akhlak Rasulullah SAW adalah Al Qur'an.' Kata Sa'ad, 'Aku berkata, "Sampaikanlah kepadaku tentang qiyamullail. '" Katanya, "Tidakkah kamu membaca Ayat, 'Yaa ayyuhal Muzzammil?'" Kata Sa'ad, 'Saya menjawab, "Betul yang saya baca. '" Kata Aisyah, "Sesungguhnya awal surah ini telah turun, lalu para sahabat Rasulullah SAW bangun malam (Shalat) sampai kaki mereka bengkak, dan akhir surah itu ditahan oleh Allah di langit selama empat belas bulan. Setelah itu, akhir surah ini turun, maka menjadilah shalat malam itu hukumnya sunah yang sebelumnya fardhu. " Kata Sa'ad, "Aku berkata, 'Sampaikanlah kepada saya tentang shalat witir Nabi SAW." Kata Aisyah, "Beliau biasa mengerjakan shalat witir delapan rakaat, tidak duduk, kecuali pada rakaat kedelapan. Kemudian berdiri mengerjakan shalat satu rakaat lainnya, tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan atau kesembilan. Tidak salam, kecuali pada rakaat kesembilan. Setelah itu mengerjakan shalat dua rakaat dengan duduk. Maka semua itu menjadi sebelas rakaat. Setelah beliau tua dan gemuk, beliau mengerjakan shalat witir tujuh rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat keenam dan ketujuh, dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat ketujuh. Setelah itu beliau shalat dengan duduk dua rakaat. Maka semua itu berjumlah sembilan rakaat. Rasulullah SAW tidak pernah bangun semalam suntuk sampai pagi. Beliau juga tidak pernah membaca Al Qur'an semalam penuh. Beliau tidak pernah berpuasa satu bulan penuh selain puasa Ramadhan. Apabila beliau mengerjakan shalat, dikerjakannya secara rutin. Apabila semalam tertidur, beliau shalat di siang harinya dua belas rakaat. " Kata Sa'ad, "Lalu aku mendatangi Ibnu Abbas RA, aku sampaikan hal tersebut kepadanya. " Beliau berkata, "Demi Allah, ini adalah Hadits. Seandainya aku berbicara langsung dengan Aisyah, pasti aku mendatanginya sampai aku berbicara langsung dengan beliau. " Kata Sa'ad, 'Aku berkata, Kalau aku mengetahui, bahwa engkau tidak berbicara dengan Aisyah, tentu aku tidak menyampaikan Hadits ini kepada engkau!" (Shahih: Muslim No. 1342.)
 
    Metode-metode yang disebutkan di atas hanya sebagian dari betapa banyaknya metode pendidikan yang ada dalam hadits Nabi. Allahu A’lamu

0 comments:

Post a Comment